Matahari pagi itu agak malu menampakkan wajah. Cahayanya sedikit tertutup oleh gumpalan awan pekat. Sementara di pojokan warung di Jalan A Yani Muara Teweh, terlihat seorang lelaki begitu serius melihat Hp Android miliknya. Ia tampak serius, meski di dekati ia tak bergeming. menatap layar telepon seluler miliknya.
Aku yang duduk dihadapannya pun tak ia tegur. Memang cukup jauh jarak kami berdua. Sengaja aku buat begitu maklum saat ini kondisi pandemi virus Corona. Tak lama, Ditengah lama diam, ia berucap sekenanya.
“Enak benar pak yah kalau lihat kebahagian orang-orang di medsos. Bayangkan ditengah kita prihatin terhadap wabah penyakit, eh masih ada saja yang berbahagia merayakan hari ulang tahun berkumpul bahagia bersama kerabat-kerabatnya. Coba saja mereka mau prihatin dengan keadaan seperti kami ini, berbagi kebahagiaan ulang tahunnya membagikan kami bantuan,” ujar sosok pria ini sembari memperkenalkan dirinya bernama Herman .
Aku tertegun. Diam memaknai apa ucapan yang dilontarkannya. Memang ada apa tanya ku kepada nya. Herman yang mengaku warga Desa Jambu Kelurahan Jambu Kecamatan Teweh Baru ini mengatakan, dirinya saat ini sudah sebulan lebih tidak bekerja. Dampak covid-19, kerjaan nya sebagai motoris Speed Boot taxi air Muara Teweh-Puruk Cahu tak bisa bekerja. Selain ada larang, katanya juga dikarenakan penumpang tak ada.
Padahal ketika normal, dalam sebulan ia bisa merogoh uang 2 juta lebih. Itu belum di tambah jika ada carteran dari perusahaan-perusahaan tambang. hasil sebulan bisa lebih dari 2 juta. Sekarang, aku nya, begitu sulit memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Untuk makan sehari-hari saja susah. “Makanya ini tiap hari jalan ke sana-kemari siapa tau dapat kerjaan lain. Apa sajalah, yang penting di rumah bisa dapat makan untuk keluarga,” katanya lirih.
Jalan kesana-kamari pun kadang membuatnya marah, galau dan tak bisa bicara apa. Dia iri mendengar kerabat dan orang yang mendapat bantuan dampak covid-19. Sementara dirinya, sudah ikut mengumpulkan data diri seperti kartu keluarga(KK) dan juga KTP, sampai sat ini justru tak menerima bantuan.
“Saya kecewa, di janjikan oleh si pengumpul data akan dapat 600 ribu hingga tiga bulan ke depan, celakanya data diri saya sudah di berikan janji bantuan uang itu malah tak ada lagi, begitupun bantuan dananya tidak ada,” bebernya, kecewa lantaran di kibulin janji-janji.
Ungkapan sedih dan keluh kesah kondisi saat ini tak hanya di ungkapkan Herman. Warjo, salah penjual makanan (warung seefood) juga bernada sama. Saat ini buka dagangan pun tak bisa mengharapkan untung. Ada laku itu hanya omzet yang kembali. Padahal lanjutnya, setiap hari dia harus m,engeluarkan uang membayar kebutuhan anak-anak asuhnya. bayar rumah kontrakan, bayar listrik, air dan juga kebutuhan lain. “Saya enggk tau mas, sampai kapan kondisi seperti ini. Semoga jangan lama, karena seperti kami sangat berdampak. Mengharap bantuan , kami hidup di perkotaan ini sulit. kalu warga di desa mungkin masih bisa terdata mudah yang akan mendapat bantuan,” ujarnya.
Lain lagi dengan Mama Nia, penjual minuman jus, dirinya mengaku saat ini mencari uang 50 ribu saja sangat sulit. Padahal kondisi sebelum pandemi Covid-19, dalam sehari ia bisa mengantongi keuntungan 750 ribu bahkan lebih. “Gimana bisa buka normal warung, karena jika banyak orang berkumpul bisa dibuburkan petugas. Jadi dagangan sepi,” ujarnya, sembari berkata senada dengan yang lain, bantaun dampak covid-19 juga tak pernah mereka rasakan.
Dampak wabah corona memang menghantam semua sendi kehidupan. Tidak saja bagi warga miskin perkotaan. Kelas menengah(non PNS) keatas pun kini juga merasakan sulit. Celakanya, bantuan sosial masih mengikuti kategori klasik berdasarkan data BPS entah tahun berapa. Sebab, pemerintah daerah masih mengambil nama dari data BPS tahun lama. yang mana, yang mana yang sudah meninggfalpun bisa dapat. Sementara, si miskin baru yang terkena dampak pandemi covid-19 banyak tak tersentuh. Teriak dan ngaku belum dapat bantuan di medsos, justru di bully. (eni)