1TULAH.COM-Rencana pemerintah pusat untuk menerapkan kemasan standar atau plain packaging bagi seluruh produk rokok kembali memicu gelombang kontroversi.
Kebijakan ini dinilai sepihak oleh produsen rokok, yang khawatir akan potensi pelanggaran hukum, penghapusan identitas merek, dan ancaman serius terhadap keberlangsungan industri pertembakauan nasional yang kompleks.
Legitimasi Kemenkes Dipertanyakan dan Isu Hak Cipta Merek
Benny Wachjudi, Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO), mempertanyakan legitimasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam mengatur aspek kemasan rokok di luar ketentuan peringatan kesehatan bergambar. Menurut Benny, tidak ada mandat eksplisit dalam peraturan yang memberikan kewenangan kepada Kemenkes untuk menyeragamkan desain kemasan.
“Karena di dalam kemasan itu kan ada terkandung desain ataupun hak cipta. Warna itu kan hak cipta,” ujar Benny kepada wartawan pada Kamis (19/8/2025). Ia mengingatkan bahwa aspek visual dalam kemasan rokok merupakan bagian dari kekayaan intelektual yang diakui dan dilindungi oleh hukum.
Benny juga mengungkapkan bahwa pelaku usaha sebelumnya telah menerima draf awal kebijakan yang mengarah pada bentuk kemasan polos. Namun, draf terbaru yang memuat rincian standardisasi belum disampaikan kepada para pelaku industri, menimbulkan kebingungan dan kekhawatiran.
Ia merujuk pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, yang secara jelas menyebutkan bahwa merek dapat ditampilkan secara grafis, mencakup logo. Jika seluruh kemasan diseragamkan, Benny khawatir konsumen akan kesulitan membedakan satu merek dengan yang lain, meskipun nama merek tetap dicantumkan dalam ukuran kecil.
Benny juga menegaskan bahwa rokok masih merupakan produk legal yang boleh diproduksi, dipromosikan, dan dijual secara sah di Indonesia. Oleh karena itu, pembatasan berlebihan seperti penyeragaman kemasan bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap prinsip-prinsip perlindungan hukum atas usaha yang sah.
Perbandingan dengan Negara Lain dan Kompleksitas Industri Tembakau Indonesia
GAPRINDO menolak keras argumen yang membandingkan Indonesia dengan negara-negara seperti Malaysia dan Singapura yang telah menerapkan kebijakan serupa. Benny menegaskan bahwa ekosistem industri pertembakauan di Indonesia jauh lebih kompleks dan strategis dibanding kedua negara tersebut.
“Kalau kita bandingkan Indonesia dengan Malaysia dan Singapura, jauh berbeda. Kita punya kebun tembakau, kita punya kebun cengkeh, kita punya industri yang banyak,” tegas Benny. Ia memperingatkan bahwa kebijakan standardisasi kemasan bukan hanya akan memukul produsen besar, tetapi juga akan berdampak ke seluruh rantai pasok industri dari hulu ke hilir, yang melibatkan jutaan tenaga kerja serta petani tembakau dan cengkeh.
Penjelasan Kemenkes: Kemasan Distandarisasi, Bukan Sepenuhnya Polos
Di sisi lain, Kemenkes tetap bersikukuh melanjutkan proses kebijakan ini. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, menjelaskan bahwa maksud dari kebijakan tersebut bukanlah membuat kemasan polos sepenuhnya, melainkan kemasan yang distandarkan.
“Jadi, mungkin yang kita pahami ya bahwa memang ada awalnya wacana untuk penerapan kemasan rokok yang polos ya. Tapi kalau kita kembali merujuk kepada PP 28 Tahun 2024 itu sebenarnya yang diharapkan itu adalah kemasan yang standar ya,” kata Nadia, mencoba meluruskan persepsi yang berkembang.
Cukai Tembakau dan Pergantian Dirjen Bea Cukai
Sebagai informasi tambahan, Bea Cukai mencatat penerimaan cukai hasil tembakau pada tahun 2024 relatif cukup tinggi, mencapai Rp216 triliun, terutama dari penerimaan kepabeanan dan lain-lain. Angka ini menunjukkan kontribusi signifikan industri rokok terhadap penerimaan negara.
Dalam konteks yang relevan, Letnan Jenderal TNI (Purn.) Djaka Budi Utama resmi dilantik sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai pada Jumat, 23 Mei (2025). Pelantikan ini dilakukan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, menggantikan Askolani.
Sebelum menjabat Dirjen Bea Cukai, Djaka Budi Utama adalah Sekretaris Utama Badan Intelijen Negara (BIN) dan merupakan perwira aktif TNI. Ia juga dikenal sebagai salah satu anggota Tim Mawar pada era 1990-an.
Pelantikan Djaka Budi Utama bersama 22 pejabat lain di Kementerian Keuangan merupakan bagian dari restrukturisasi yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto demi meningkatkan penerimaan negara. “Harapan pemimpin negara, penerimaan negara harus meningkat,” ujar Sri Mulyani saat pelantikan.
Polemik plain packaging rokok ini masih terus bergulir, menyoroti tarik ulur antara kepentingan kesehatan masyarakat dan keberlangsungan industri yang memiliki dampak ekonomi besar di Indonesia. (Sumber:Suara.com)