1tulah,com– Satu pesatu penyebab kelangkaan minyak goreng (migor) dan sulitnya mendapatkan di Indonesia terungkap.
Usut-punya usut ternyata minyak goreng diseludupkan ke luar negeri. Dibawa keluar karena harga mengikuti internasional yang relatif lebih tinggi.
Hal ini diakui sendiri oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag),dan diakui mereka telah terjadi kebocoran distribusi.
Kemendag melaporkan, minyak goreng murah hasil kebijakan domestic market obligation (DMO) sudah mencapai 415 juta liter sejak implementasi 14 Februari 2022. Artinya, ketersediaan minyak goreng murah itu dapat memenuhi kebutuhan masyarakat hingga 1,5 bulan ke depan.
Sebellumnya, Guru Besar Ilmu Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Profesor Sofian Effendi menduga, mengenai penyebab kelangkaan minyak goreng di pasaran karena dijual ke luar negeri.Dan prediksi dugaan itu benar adanya.
“Terjadi kesalahan pasar di mana harga dalam negeri lebih rendah dibanding di luar negeri. Jadi berdasarkan ilmu ekonomi pasti memilih harga yang lebih tinggi makanya diekspor,” jelas Profesor Sofian Effendi dikutip 1tulah.com dari SuaraJogja.id (jaringan media suara.com) pada Kamis (10/3/2022).
Menurut Mantan Rektor UGM periode 2002-2007 ini, subsidi bisa menjadi cara untuk menanggulangi kelangkaan minyak goreng dalam negeri. Sehingga perbedaan harga bisa ditutup lewat subsidi.
“Berikanlah subsidi supaya perbedaan closing the gap antara harga dalam negeri dan luar negeri,” katanya.
Upaya jangka pendek yang telah ditempuh pemerintah yakni mengimpor minyak goreng. Namun, hal itu dinilai sama saja lantaran jumlah minyak yang dijual ke luar negeri pun besar.
“Untuk jangka pendek sekarang pemerintah impor minyak goreng. Itu sama aja ekspor dan impor, harus ada kebijakan pasar untuk menjamin kebutuhan dalam negeri. Entah dengan subsidi atau apa, mosok tidak mau subsidi untuk minyak goreng,” tegasnya.
Selain banyak minyak goreng yang dijual ke luar negeri, penyebab langkanya minyak goreng ialah pembuatan biodesel. Sebab Indonesia merupakan negara produsen biodesel terbesar saat ini.
“Itu membutuhkan bahan 30 persen dari minyak sawit. Minyak sawit dicampur dengan solar hasil fossil oil. Memang jadinya menghemat impor solar tapi kekurangan suplai untuk minyak goreng,” katanya.
Dengan demikian, peranan pemerintah sangat menentukan. Ia menyatakan, jangan pemerintah mengorbankan kepentingan masyarakat kecil terkait minyak goreng.
Dia juga menyinggung soal masyarakat yang sudah beralih dari minyak kelapa ke minyak sawit. Kekinian harga minyak kelapa jauh lebih mahal dibanding minyak sawit.
“Dulu di rumah tangga pakai minyak kelapa. Sekarang minyak kelapa pun dengan teknik pengelolaan yang baru harganya mahal juga. Harga satu liter virgin coconut oil (VCO) satu liter lebih mahal dari sawit mungkin di atas Rp100 ribu,” terangnya.(**)