1TULAH.COM, Muara Teweh – Kesabaran ratusan petani sawit dari anggota Koperasi Byna Mitra Utama, Desa Sikui, Teweh Baru, Barito Utara (Barut), Kalteng, tampaknya mulai habis. Mereka mengancam akan memutuskan hubungan kemitraan dengan PT Antang Ganda Utama (AGU), Jum’at, 31 Januari 2025.
Pasalnya pihak perusahaan sawit terbesar di Barut tersebut, diduga menelantarkan lahan kerja sama sawit milik anggota Koperasi Byna Mitra Utama Sikui.
Para petani juga kecewa karena lahan sawit mereka tidak diurus oleh PT AGU.
Masalah ini terungkap saat rapat dengar pendapat (RDP) antara pengurus Koperasi Byna Mitra Utama, PT AGU, DPRD Barut dan pihak terkait lainnya.
RDP persoalan para petani sawit dengan PT AGU dipimpin oleh Ketua Komisi II DPRD Barut Taufik Nugraha.
Ketua Koperasi Byna Mitra Utama Sikui, Abdullah Rani, secara tegas menyatakan ingin putus hubungan kemitraan dengan PT AGU, karena kerja sama sejak tahun 2007 tidak menyejahterakan para petani sawit anggota koperasi tersebut dengan sistem kerja sama 70:30.
“Tujuan hari ini putus hubungan kerja antara kami dengan PT AGU. Penghasilan tak sebanding dengan luas lahan. Anggota koperasi tidak merasa puas dengan hasil yang dibagikan setiap bulan,” ungkap Abdullah di hadapan anggota dewan dan manajemen PT AGU.
Sementara, Sekretaris Koperasi Byna Mitra Utama, Jokarto, menambahkan kerja sama koperasi dengan PT AGU dituangkan dalam MoU. Sedangkan soal lain-lain dituangkan dalam SPK (Surat Perjanjian Kerja).
Jokarto mengungkapkan, jumlah anggota koperasi 203 orang dengan lahan seluas 464 hektare. Kepemilikan lahan bervariasi, ada petani yang memiliki 2 hektare, 4, 6, 8 dan 10 hektare. Lahan itu milik para petani sendiri.
“Kita tanam sawit 2007/2008, sekarang umur 16 tahun. Target satu hektare menghasilkan 1,5 ton. Fakta di lapangan hasil cuma 150-200 ton. Dari hasil tersebut, petani mendapat uang rata-rata dalam se hektare hanya Rp 60 ribu-Rp 70 ribu,” ungkap Jokarto.
Kondisi kian parah, karena lahan milik petani terutang kredit, sehingga petani mesti bayar hutang setiap bulan kepada PT AGU. Hutang mencapai sekitar Rp 5.000.000.000 lebih.
“Sekitar 10 kali kami RDP dengan PT AGU. Kami terbebani hutang. Di pihak lain, lahan kami tidak dirawat sehingga jalan rusak, buah busuk, dan buah dibuang,” imbuh Jokarto.
Para anggota dewan, seperti Gun Sriwitanto, Suhendra, Parmana Setiawan, Edi Fran Aji, dan Nety Herawati, usai mendengarkan paparan ketua dan sekretaris Koperasi Byna Mitra Utama, kontan mempertanyakan komitmen dan niat PT AGU melanjutkan kerja sama.
“Saya ingin menekankan, kalau tidak bisa ada lanjutan, kira-kira PT AGU masih mau bermitra. Kalau masih mau, kenapa tidak diurus. AGU sudah puluhan tahun, kenapa koperasi disia-siakan. Sistem 70:30 tidak ada ceritanya rugi. Bos sawit di Jakarta, triliunan duitnya, ” ujar Gun.
Manajemen PT AGU pun merespons dan menyatakan niatnya tetap melanjutkan kerja sama dengan Koperasi Byna Mitra Utama.
Editor: Aprie