1TULAH.COM-Dunia maya kembali dihebohkan dengan diskusi sengit mengenai Perang Dunia 3, dipicu oleh meningkatnya ketegangan antara Iran dan Israel. Perdebatan ini tak hanya berputar pada isu geopolitik, tetapi juga merembet ke ranah eskatologi, dengan viralnya berbagai timeline kiamat di media sosial.
Namun, jauh sebelum hebohnya timeline kiamat versi konflik Timur Tengah, sebuah prediksi dari seorang ilmuwan asal Amerika Serikat bernama Heinz von Foerster pernah menjadi perbincangan hangat. Prediksi Foerster mengenai Hari Kiamat pada 13 November 2026 kembali mencuat setelah diposting oleh akun Instagram @partofus_id pada awal tahun 2025 lalu.
“Fisikawan Amerika Serikat, Heinz von Foerster memprediksi bahwa tanggal 13 November 2026 adalah hari kiamat. Tidak sembarang ramalan, dirinya memprediksi hal tersebut berdasarkan penelitiannya,” demikian bunyi caption akun tersebut, yang dikutip pada Minggu, 22 Juni 2025.
Beragam reaksi pun muncul dari netizen. Beberapa di antaranya skeptis:
- “Kiamat bagi seluruh Amerika saya percaya,” komentar seorang netizen.
- “Kiamat Amerika mungkin yang ia maksud,” tambah netizen lain.
- “Yang prediksi udah mati duluan, gimana bisa dipercaya,” timpal netizen lainnya.
Siapa Sebenarnya Heinz von Foerster?
Lalu, siapa sebenarnya Heinz von Foerster yang prediksinya sempat membuat geger ini?
Heinz von Foerster adalah seorang ilmuwan Austria-Amerika yang sangat berpengaruh di bidangnya. Lahir di Wina, Austria, pada 13 November 1911, ia meninggal dunia pada 2 Oktober 2002 di California, Amerika Serikat. Sejak kecil, ia hidup di lingkungan intelektual yang sangat memengaruhi pola berpikirnya, dengan tokoh-tokoh seperti Vienna Circle dan Ludwig Wittgenstein sebagai inspirasi.
Foerster menunjukkan prestasi luar biasa dalam bidang matematika dan fisika. Ia merupakan lulusan dari Technical University of Vienna dan meraih gelar Ph.D. di bidang fisika dari University of Breslau pada tahun 1944.
Sebagai seorang fisikawan, ia dikenal sebagai penggagas Sibernetika Orde Kedua. Berbeda dengan sibernetika orde pertama yang mempelajari sistem yang diamati, sibernetika orde kedua berfokus pada sistem pengamat itu sendiri. Ilmuwan yang berhasil menggabungkan fisika dan filsafat ini memberikan kontribusi penting pada berbagai bidang, termasuk sibernetika, kecerdasan buatan (AI), biofisika, dan epistemologi.
Selain sibernetika, ia juga mendirikan Laboratorium Komputer Biologis di University of Illinois at Urbana-Champaign pada tahun 1958. Laboratorium ini menjadi pusat inovasi dalam biosika, studi tentang memori dan pengetahuan, serta komputasi paralel. Dari laboratorium inilah, komputer paralel pertama, Numa-Rete, tercipta.
Foerster juga berperan penting dalam teori Konstruktivisme, sebuah perspektif filosofis yang menyatakan bahwa realitas tidak ditemukan, tetapi dibangun oleh individu melalui interaksi mereka dengan dunia. Sebagai pemikir visioner yang menantang perspektif konvensional dan menekankan peran aktif pengamat dalam membentuk realitas mereka sendiri, ia telah menghasilkan hampir 200 makalah dan buku. Tak heran, ia dikenal sebagai ilmuwan dan penulis yang sangat produktif selama masa hidupnya. Menariknya, ia juga memiliki minat lain pada musik komputer dan sulap.
Prediksi Kiamat Heinz von Foerster: Peringatan, Bukan Ramalan Absolut
Prediksi “kiamat” oleh Heinz von Foerster pada Jumat, 13 November 2026, pertama kali disampaikannya dalam jurnal Science tahun 1960 bersama P. M. Mora dan L. W. Amiot. Prediksi ini muncul bukan tanpa dasar, melainkan dari perhitungan matematika mengenai pertumbuhan populasi manusia yang bersifat hiperbolik.
Penting untuk dipahami bahwa prediksi ini memang sering disebut “kiamat”, namun sebenarnya Foerster lebih menekankan pada peringatan atau sebagai ilustrasi tentang konsekuensi pertumbuhan populasi yang tidak terkendali. Ia tidak bermaksud meramalkan akhir dunia secara harfiah, melainkan menyoroti potensi titik kritis ketika sumber daya bumi tidak lagi mampu menopang jumlah penduduk yang terus bertambah.
Dalam konteks hebohnya timeline kiamat dan konflik global saat ini, prediksi Foerster ini menjadi pengingat bahwa di balik setiap ramalan atau spekulasi tentang Hari Akhir, seringkali ada dasar pemikiran ilmiah atau filosofis yang patut ditelaah, meskipun tidak selalu berarti ramalan tersebut akan terwujud secara harfiah. (Sumber:Suara.com)