1tulah.com, PALANGKA RAYA-Di tengah gencarnya modernisasi dalam bidang pertanian, ternyata banyak dampak negatifnya bagi kelestarian lingkungan sekitar.
Realitas ini harus menjadi bagian dari upaya masyarakat Suku Dayak, untuk menawarkan sistem perladangan yang telah dilakukan oleh nenek moyang mereka secara turun-temurun.
Anggota DPRD Kalteng, Sengkon mengharapkan agar masyarakat tetap mempertahankan cara berladang, dengan sistem kearifan lokal yang sudah ada turun-temurun di kehidupan masyarakat Dayak.
Menurutnya, berladang dengan mengedepankan cara-cara kearifan lokal masyarakat pedalaman, khususnya warga Dayak dinilai sangat baik, karena dengan tata cara itu tetap dapat menjaga keseimbangan alam sekitar.
“Kita tahu masyarakat lokal sejak dulu saat membuka ladang dengan terlebih dulu melihat kondisi cuaca atau juga musim,” kata Sengkon yang juga Ketua DPD Partai Perindo Kalteng ini, Minggu (5/2/2023).
Dikatakannya juga, cara-cara yang digunakan ketika membuka membuka lahan hanya secukupnya saja. Di mana ditebas dan rumput serta ranting pohon dikumpulkan.
“Berladang dengan sistem simpuk, yakni bekas tebasan di kumpul sudah dilakukan turun temurun. Tujuannya agar api tidak merembet atau meluas, hingga mudah dikendalikan,” jelasnya.
Ia menerangkan, masyarakat Dayak sangat menjaga ekosistem alam sekitar, karena alam sekitar merupkan salah satu sumber penghidupan sehari-hari, baik sayuran, buah-buahan, ikan dan lainnya.
“Kedepan seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi pertanian, maka tentu akan diterapkan ladang menetap. Karena itu juga diharapkan dukungan atau bantuan pemerintah untuk berbagai jenis alat pertanian, pupuk dan racun rumput atau hama tanaman,” tuturnya.
Dirinya meyakini, kedepan masyarakat lokal juga pastinya akan menerapkan berladang menetap, mengingat lahan pertanian juga akan berkurang karena adanya peningkatan pemukinan dan perkebunan lainnya.
Tidak lupa juga ia mengimbau agar masyarakat tetap mengolah lahan dengan baik, minimal untuk dapat memenuhi keperluan pangan untuk kehidupan sehari-hari.
Ia menyebut, keberadaan petani dan usaha ladang merupakan salah satu tonggak penopang hidup masyarakat. Karena orang tidak bisa hidup kalau tidak ada sumber makanan utamanya seperti beras dan lauk-pauk lainya.
“Profesi petani sangat mulia. Karena itu masyarakat yang selama ini menjadi petani tetap harus bangga dan semangat. Karena dari tangan-tangan dan jerih lelah mereka inilah, menjadi berkah bagi masyarakat lainya, untuk dapat hidup selama ini,” terangnya.
Karena itu juga dirinya mendorong agar pemerintah daerah baik provinsi dan kabupaten, supaya kedepan dapat memperhatikan aspirasi petani menetap ataupun peladang berpindah.
“Saat reses rata-rata masyarakat lokal, baik di Katingan dan Gunung Mas, mengharapkan bantuan alsintan, pupuk, bibit, racun hama serta bibit-bibit ternak,” tutupnya. (Ingkit)