Cancel Culture: Pedang Bermata Dua di Era Media Sosial

- Jurnalis

Sabtu, 30 November 2024 - 18:56 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi pop culture (Pexels.com/Kyle Loftus)

Ilustrasi pop culture (Pexels.com/Kyle Loftus)

1TULAH.COM-Fenomena cancel culture atau budaya pembatalan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari dunia hiburan, khususnya di era media sosial. Praktik memboikot atau menarik dukungan dari seorang publik figur karena tindakan atau pernyataannya yang dianggap tidak pantas ini telah memicu perdebatan sengit.

Mekanisme Akuntabilitas atau Penindasan?

Cancel culture seringkali dipandang sebagai mekanisme untuk menuntut akuntabilitas publik figur. Dengan memboikot, masyarakat seolah-olah mengirimkan pesan bahwa tindakan yang tidak bertanggung jawab tidak akan ditoleransi. Namun, di sisi lain, cancel culture juga kerap disalahgunakan untuk melakukan penindasan, di mana seseorang dihukum secara berlebihan tanpa kesempatan untuk memperbaiki diri.

Kebebasan Berekspresi vs. Tanggung Jawab Sosial

Salah satu dilema terbesar dalam cancel culture adalah pertentangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab sosial. Publik figur memiliki hak untuk menyampaikan pendapat, namun mereka juga harus menyadari bahwa pengaruh mereka dapat memicu dampak yang luas.

  • Beban psikologis: Tekanan untuk selalu menjaga citra positif dapat membuat publik figur merasa tertekan dan takut untuk mengungkapkan pendapat yang sebenarnya.
  • Polarisasi opini: Media sosial memperkuat polarisasi opini, sehingga perdebatan menjadi semakin panas dan sulit untuk menemukan titik temu.
  • Kurangnya nuansa: Cancel culture seringkali tidak memberikan ruang untuk nuansa dan pemahaman yang lebih mendalam terhadap suatu masalah.
Baca Juga :  Adab Dewi Perssik Jadi Gunjingan Usai Tegur Artis Korea Saat Cicip Hidangan Nusantara

Dampak Jangka Panjang

Cancel culture memiliki dampak jangka panjang yang signifikan, baik bagi individu yang menjadi target maupun bagi masyarakat secara keseluruhan.

  • Self-censorship: Banyak publik figur memilih untuk melakukan self-censorship atau menyensor diri sendiri untuk menghindari risiko di-cancel.
  • Kurangnya dialog: Cancel culture dapat menghambat terjadinya dialog yang sehat dan konstruktif.
  • Lingkaran kebencian: Cancel culture dapat menciptakan lingkaran kebencian yang sulit dihentikan.

Mencari Solusi yang Lebih Baik

Untuk mengatasi dampak negatif dari cancel culture, kita perlu menemukan cara yang lebih baik untuk menghadapi kesalahan publik figur. Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain:

  • Fokus pada edukasi: Alih-alih hanya menghukum, kita perlu lebih fokus pada edukasi dan memberikan kesempatan kepada orang untuk belajar dari kesalahan mereka.
  • Membangun dialog yang konstruktif: Ciptakan ruang untuk dialog yang terbuka dan saling menghormati, di mana perbedaan pendapat dapat didiskusikan dengan baik.
  • Menggunakan media sosial secara bijak: Gunakan media sosial sebagai alat untuk menyebarkan informasi yang akurat dan membangun komunitas yang positif.
Baca Juga :  Opsen Pajak Ancam Daya Beli Mobil Baru, Gaikindo Khawatir

Cancel culture adalah fenomena kompleks yang menghadirkan tantangan tersendiri. Meskipun memiliki tujuan yang baik, yaitu untuk menuntut akuntabilitas, namun implementasinya yang seringkali berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif.

Oleh karena itu, kita perlu mencari cara yang lebih bijaksana untuk menghadapi kesalahan publik figur, tanpa mengorbankan nilai-nilai demokrasi seperti kebebasan berbicara dan hak untuk memperbaiki diri. (Sumber:Suara.com)

 

Berita Terkait

Indonesia vs Myanmar: Duel Sengit Buka Piala AFF 2024, Garuda Muda Siap Merajai Asia Tenggara
Ketua Komisi II DPRD Kalteng Tekankan Pentingnya Pemerintah Daerah Perhatikan Aspirasi Masyarakat Kalteng
Nissan Hyper Tourer: Tantangan Baru untuk Alphard, Teknologi AI Canggih Pantau Detak Jantung Sopir
Bir Lokal Mendunia: Kemenperin Genjot Ekspor hingga Rusia dan China
Skuad Garuda Muda Siap Beraksi di Piala AFF 2024: Analisis Mendalam dan Harapan Besar
Deretan 8 Kontroversi Gus Miftah yang Mengguncang Publik, Memang Pantas Keluar dari Utusan Khusus Presiden Prabowo!
Ramai Fenomena Brain Rot ‘Pembusukan Otak karena Medsos’, Kenali Arti dan Tandanya pada Tubuh
Rizky Billar Curiga dari Gerak-gerik Lesti Kejora, Anak Kedua Dipastikan Perempuan
Tag :

Berita Terkait

Minggu, 8 Desember 2024 - 06:34 WIB

Indonesia vs Myanmar: Duel Sengit Buka Piala AFF 2024, Garuda Muda Siap Merajai Asia Tenggara

Sabtu, 7 Desember 2024 - 18:58 WIB

Ketua Komisi II DPRD Kalteng Tekankan Pentingnya Pemerintah Daerah Perhatikan Aspirasi Masyarakat Kalteng

Sabtu, 7 Desember 2024 - 18:16 WIB

Nissan Hyper Tourer: Tantangan Baru untuk Alphard, Teknologi AI Canggih Pantau Detak Jantung Sopir

Sabtu, 7 Desember 2024 - 18:03 WIB

Bir Lokal Mendunia: Kemenperin Genjot Ekspor hingga Rusia dan China

Sabtu, 7 Desember 2024 - 12:11 WIB

Skuad Garuda Muda Siap Beraksi di Piala AFF 2024: Analisis Mendalam dan Harapan Besar

Sabtu, 7 Desember 2024 - 08:58 WIB

Deretan 8 Kontroversi Gus Miftah yang Mengguncang Publik, Memang Pantas Keluar dari Utusan Khusus Presiden Prabowo!

Jumat, 6 Desember 2024 - 19:22 WIB

Ramai Fenomena Brain Rot ‘Pembusukan Otak karena Medsos’, Kenali Arti dan Tandanya pada Tubuh

Jumat, 6 Desember 2024 - 17:41 WIB

Rizky Billar Curiga dari Gerak-gerik Lesti Kejora, Anak Kedua Dipastikan Perempuan

Berita Terbaru