1tulah.com, PALANGKA RAYA-Sekretaris KWD Dusmala Kota Palangka Raya, Harry Araiyanto Kekes, SE melalui tokoh muda Kerukunan Warga Dayak Dusun Maanyan dan Lawangan (KWD Dusmala) Kota Palangka Raya, Ingkit Djaper, menanggapi penobatan Raja Nansarunai di Sanggu.
Menurutnya, dalam prosesnya, seorang raja bukan diangkat atau dipilih, tetapi dinobatkan berdasarkan garis keturunannya sebagai putra mahkota.
“Pada prinsipnya, penobatan itu sakral dan melibatkan para sesepuh kerajaan, turunan langsung yang bertalian darah, selain itu juga melibatkan seluruh tokoh adat dari lapisan masyarakat Dayak Maanyan secara penuh, karena menyangkut kewilayahan yang sangat luas tentunya Dayak Maanyan secara keseluruhan,” kata Sekretaris KWD Dusmala Kota Palangka Raya, Harry Araiyanto Kekes, SE melalui tokoh muda Kerukunan Warga Dayak Dusun Maanyan dan Lawangan (KWD Dusmala) Kota Palangka Raya, Ingkit Djaper kepada 1tulah.com, Selasa (9/8/2022).
Dikatakannya, simbol kebesaran yang menjadi lambang sakral kerajaan dan tongkat kerajaan yang secara turun-temurun, menjadi tanda kebesaran seorang raja pendahulunya dan sebagainya harus dimiliki oleh Raja yang dinobatkan.
Bila ini diabaikan, dikhawatirkan,dapat menjadi bencana atau dalam bahasa Dayak Maanyan “Balas Pati”.
“Pihak yang menobatkan adalah Dewan Kerajaan (para sesepuh kerajaan) dan para sepuh adat secara keseluruhan. Kalau seseorang itu tidak ada garis keturunan berdasarkan silsilah yang sah, maka statusnya tidak diakui. Kalau Raja Nansarunai sebagai simbol budaya Dayak Ma’anyan, maka itu harus melalui musyawarah masyarakat Dayak Maanyan, Dewan Adat, Para Sepuh Keturunan Langsung Raja terdahulu. Kalau tidak maka itu sudah melanggar adat dan dapat dikenai hukum adat, ” katanya.
Berdasarkan pertimbangan di atas maka penobatan raja Nansarunai di Sanggu itu, hanya untuk organisasi masyarakat (Ormas) tertentu, kelompok tertentu, dan pertunjukan kesenian yang sama sekali tidak punya nilai sejarah, politik, sosial, dan kebudayaan.
Sebab itu penobatan raja di Sanggu itu tidak punya pengaruh apapun terhadap eksistensi orang Dayak Ma’anyan, dan itu juga tidak berarti sebagai bentuk pengakuan politik, kebudayaan, dan sosial terhadap peristiwa itu. Kedudukan KWD Dusmala malahan jauh lebih bermakna secara sosial budaya bagi warga Dusmala.(Adi)