1TULAH.COM-Dewan Pers telah menyampaikan hasil penilaiannya terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Tian Bahtiar, Direktur Pemberitaan non-aktif JakTV yang kini menjadi tersangka dalam kasus dugaan perintangan penyidikan di Kejaksaan Agung (Kejagung) RI. Dalam pernyataan resminya, Dewan Pers menyatakan bahwa produk berita yang digarap oleh Tian Bahtiar tidak termasuk dalam kategori karya jurnalistik.
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, mengungkapkan kesimpulan ini didasarkan pada analisis mendalam terhadap dokumen klarifikasi yang diterima dari pihak JakTV dan Kejagung.
“Tayangan JakTV yang berkenaan dengan perkara ini merupakan hasil kerja sama antara marketing JakTV dan kliennya senilai Rp484 juta, bukan sebagai karya jurnalistik,” tegas Ninik Rahayu dalam keterangannya yang dikutip, Jumat (9/5/2025).
Terungkap bahwa Tian Bahtiar, saat menjabat sebagai Direktur Pemberitaan JakTV, diduga terlibat dalam kesepakatan dengan Marcella Santoso, seorang kuasa hukum dari pihak yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah dan kasus tindak pidana korupsi impor gula. Saat ini, Tian Bahtiar telah resmi ditahan oleh Kejagung atas dugaan menyebarkan konten negatif yang merugikan institusi tersebut.
Lebih lanjut, Ninik Rahayu menjelaskan bahwa kerja sama antara Tian Bahtiar dan Marcella Santoso tidak dapat dikategorikan sebagai kegiatan jurnalistik.
“Dokumen yang diserahkan oleh Kejaksaan Agung kepada Dewan Pers menunjukkan tindakan Tian Bahtiar bekerja sama dengan kliennya dalam perkara ini bukan merupakan kegiatan jurnalistik,” ujarnya.
“Kegiatan Tian Bahtiar selain terkait kerja sama antara JakTV dan kliennya merupakan tindakan serta tanggung jawab pribadi yang bersangkutan dan penanganannya di luar kewenangan Dewan Pers,” imbuhnya.
Kerja sama yang dimaksud berbentuk paket program senilai Rp484 juta antara JakTV dan mitra justisia. Paket ini meliputi produksi konten seminar untuk ditayangkan sebanyak empat kali di JakTV. Menariknya, seminar dan konten tersebut dirancang sepenuhnya oleh pihak klien (mitra), bukan oleh tim redaksi JakTV.
“Dalam kerjasama tersebut, JakTV hanya bertanggung jawab untuk meliput dan menyiarkan melalui televisi, artikel di website, dan media sosial JakTV. Kerja sama itu tidak dituangkan dalam kontrak tertulis,” jelas Ninik Rahayu, menyampaikan klarifikasi dari pihak JakTV.
Empat seminar yang menjadi bagian dari kerja sama ini telah dilaksanakan di Jakarta, Bangka Belitung, Palembang, dan Yogyakarta, dengan pelaksanaan terakhir pada Maret 2025. Dana sebesar Rp484 juta diterima oleh JakTV secara tunai dan melalui transfer dari Tian Bahtiar dan pihak klien.
Proses peliputan hingga penayangan seminar dalam format talkshow tidak melibatkan mekanisme rapat redaksi yang lazim dalam produksi berita jurnalistik. Konten, pemilihan narasumber, dan aspek pelaksanaan seminar sepenuhnya dikelola oleh mitra dan kemungkinan bersama Tian Bahtiar.
Terungkap pula bahwa Tian Bahtiar, selain menjabat sebagai Direktur Pemberitaan, juga merangkap sebagai tenaga marketing di JakTV. Produksi berita di JakTV sendiri mengalami kendala akibat keterbatasan personel, di mana tim redaksi dan bidang usaha hanya berjumlah sembilan orang.
Sementara itu, pihak Kejaksaan Agung dalam klarifikasinya kepada Dewan Pers menyatakan bahwa penetapan Tian Bahtiar sebagai tersangka didasarkan pada dugaan permufakatan jahat dengan alat bukti yang mencakup publikasi yang bukan merupakan karya jurnalistik murni dan keterangan dari saksi-saksi.
“Tian Bahtiar membayar sejumlah buzzer sebagai bagian dari pemufakatan jahat itu,” ungkap perwakilan Kejagung.
Kejagung juga telah menetapkan Ketua Cyber Army M Adhiya Muzakki alias MAM sebagai tersangka baru dalam kasus serupa. Adhiya Muzzaki diduga berperan dalam menyebarkan narasi negatif terkait sejumlah kasus yang ditangani oleh Kejagung dan disebut sebagai koordinator buzzer dengan sekitar 150 anggota, di mana setiap buzzer diupah Rp1,5 juta untuk menyerang Kejagung melalui media sosial.
Lebih lanjut, terungkap bahwa Tian Bahtiar membuat berita berdasarkan pesanan dari pengacara Junaedi Saibih, yang juga menjadi tersangka dalam kasus ini, dan menerima bayaran atas tindakannya tersebut.
Penahanan Tian Bahtiar oleh Kejaksaan Agung didasarkan pada adanya unsur pidana. Sementara itu, Kejagung menyatakan tidak dapat memberikan dokumen tambahan, termasuk bukti tayangan JakTV, kepada Dewan Pers karena hal tersebut merupakan bagian dari materi pembuktian di pengadilan.
Menyikapi permasalahan ini, Dewan Pers memberikan sejumlah rekomendasi, di antaranya:
- JakTV wajib berpedoman pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan peraturan turunan lainnya dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik.
- Penanggung jawab atau pemimpin redaksi JakTV tidak diperbolehkan merangkap jabatan yang terkait dengan bisnis perusahaan pers, sesuai dengan Pasal 10 ayat (1) Peraturan Dewan Pers Nomor 03/Peraturan-DP/X/2019 tentang Standar Perusahaan Pers.
- JakTV wajib membedakan secara jelas antara bidang redaksi dan bisnis, sebagaimana diatur dalam butir 2 huruf d Peraturan Dewan Pers Nomor 3/Peraturan-DP/IV/2024 tentang Pedoman Perilaku dan Standar Pers Profesional.
Artikel ini diharapkan dapat memberikan informasi yang komprehensif dan relevan terkait pernyataan Dewan Pers mengenai status produk berita JakTV dalam kasus yang melibatkan Tian Bahtiar. (Sumber:Suara.com)