1TULAH.COM-Film luar negeri yang digarap di Indonesia jumlah masih belum terlalu banyak. Dalam kurun 10 tahun ini, paling hanya beberapa saja yang sineas mancanegara menjadikan Indonesia sebagai salah satu tempat penggambilan gambar atau jalan cerita.
Di antaranya adalah film romantic “Eat Pray Love” yang dibintangi oleh Julia Roberts mengambil lokasi pengambilan gambar di Bali.
Begitu pula dengan film “King Kong” yang menunjukkan bahwa Pulau Tengkorak asal muasal sang monster lahir tersebut memiliki koordinat dekat dengan Pulau Sumatra yang masih dalam wilayah Indonesia.
Padahal, secara umum Indonesia mempunyai banyak tempat menarik yang bisa dijadikan tempat pembuatan film oleh sineas mancanegara. Tentu tidak hanya membutuhkan banyak promosi, melainkan juga harus diimbangi dengan kemudahan birokrasi perizinan dan mitigas pasca pembuatan film.
Pertengahan Desember lalu masyarakat daring Indonesia, diramaikan dengan penampilan aktris senior Christine Hakim dalam sebuah promosi serial “The Last Of Us” yang diproduksi oleh studio ternama Amerika Serikat, Home Box Office atau yang lebih dikenal sebagai HBO.
Film ini mengisahkan salah satu teori awal mula malapetaka, yang disebut berasal dari percobaan laboratorium di Indonesia. Yang memicu keriuhan di media sosial, karena cuplikan video promosi menampilkan suasana lobby gedung Kementerian Kesehatan.
Dihubungi melalui telepon, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayan Publik Kemenkes RI, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, pihaknya belum menerima perizinan apapun perihal penggunaan gedung atau properti Kemenkes RI untuk ditampilkan dalam serial tersebut.
“Kalau kita lihat dari Twitter yang menampilkan adanya properti Kementerian Kesehatan, yang pasti, kita tidak pernah mendapatkan permintaan dari mana pun terkait penggunaan properti Kementerian Kesehatan RI,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan bahwa video promosi itu menggunakan logo dan penyebutan lama.
Mengilhami Film Asing
“The Last of Us” mungkin satu dari sekian banyak serial atau film mancanegara yang menggunakan lokasi, atau adegan yang memakai latar belakang Indonesia.
Sebelumnya, salah satu serial terlaris di platform Netflix yakni “La Casa de Papel” (“Money Heist”) menggunakan Pulau Sumatra sebagai salah satu tempat pelarian karakter utama, dari kejaran pihak berwajib.
Sementara film romantic “Eat Pray Love” yang dibintangi oleh Julia Roberts mengambil lokasi pengambilan gambar di Bali.
Begitu pula dengan film “King Kong” yang menunjukkan bahwa Pulau Tengkorak asal muasal sang monster lahir tersebut memiliki koordinat dekat dengan Pulau Sumatra yang masih dalam wilayah Indonesia.
Menurut pengamat perfilman Hikmat Darmawan, Indonesia menjadi sumber ketertarikan pembuat film karena dua faktor, yaitu daya tarik pasar ketika mendengar atau melihat Indonesia, dan pesona alam yang tidak ada duanya.
Hikmat mencontohkan film “Thor” dari saga Marvel Cinematic Universe (MCU), yang mengedepankan aktor pemeran utama Chris Hemworth, yang fasih berbahasa Indonesia, dalam promosi film itu.
“Kalau kita misalnya melihat performa film-film MCU di Indonesia, mungkin kita bukan yang paling banyak (jumlah penggemar.red), tapi cukup banyak dan loyal bahkan tingkatan loyalnya cukup fanatik. Maka wajar ada strategi promosi, strategi marketing yang coba meraih secara khusus pasar Indonesia. Misalnya salah satu yang dieksploitasi adalah betapa lancarnya pemeran Thor berbahasa Indonesia, karena pernah belajar,” ungkap Hikmat.
Selain itu misalnya, kehadiran cameo bintang film Indonesia, seperti Iko Uwais dalam “The Raid” juga menambah keuntungan bagi pembuat film, ketika memasarkan karyanya di wilayah Asia Tenggara, terlebih di Indonesia.
Sementara terkait pesona alam, banyak sineas mancanegara yang sudah jatuh cinta, dengan keanekaragaman daerah Indonesia dan kekhasannya masing-masing, ujar Hikmat.
Siapkah Indonesia Membenai Proses Birokrasi?
Namun demikian harus diakui adanya sejumlah film yang batal menggunakan Indonesia, sebagai lokasi pengambilan gambar atau sumber cerita karena beberapa faktor, antara lain soal perizinan.
“Tapi problem-nya industri dan birokrasi kita seringkali belum siap. Sehingga ada film James Bond misalnya, yang gagal shooting di Indonesia karena ketidaksiapan itu, entah perizinan atau mitigasi soal shooting Hollywood yang biasanya besar,” terang Hikmat.
Mitigasi setelah proses pembuatan film juga harus diperhatikan, tambah Hikmat. Pemerintah harus dengan tegas memastikan, ada tidaknya potensi kerusakan alam setelah pembuatan film di suatu wilayah.
“Yang sampai sekarang menjadi concern apabila misalnya produk seperti “Mission Imposible” atau James Bond dibuat di Indonesia. Apakah kita siap mitigasi misalnya setelah shooting alamnya nanti menjadi rusak atau tidak? Itu bisa menjadi industri sendiri. Seperti yang ada di Thailand, bahwa lokasi lokal adalah sebuah elemen industri yang penting,” jelas Hikmat.
Hikmat menilai proses birokrasi sebelum izin keluar, dan juga mitigasi setelah pembuatan film harus segera dibenahi, jika Indonesia ingin dilirik industri film dunia.
Jadi Kebanggaan
Penikmat film asal Bogor, Yogi MPS, usia 38 tahun, mengatakan sangat bangga jika ada film mancanegara yang menyebut atau menunjukkan sesuatu berasal dari Indonesia.
“Ada perasaan bangga sendiri, ketika saya menonton film luar negeri yang menyebutkan Indonesia didalamnya. Serial terakhir yang saya tonton itu ada di (platform) Disney+, “Falcon and The Winter Soldier.” Jadi si Winter Soldier itu bilang ke Falcon, bahwa kalau Pulau Madripoor itu letaknya ada di Indonesia, wah, kaget sekali. Madripoor ini dimana ya? Kalau menurut komiknya, kalau tidak salah letaknya antara perbatasan Singapura dan Kepulauan Riau. Ya meskipun agak kurang penjelasannya letak pulaunya dimana, dan juga itu pulaunya sarang bajak laut, sarang orang-orang bad begitu. Tapi saya bangga, Indonesia disebutin di serial itu,” ungkap Yogi sambil tertawa.
Begitu pula dengan Dewi Utami, usia 20 tahun, mahasiswi yang juga gemar menonton film. Ia sangat senang ketika Indonesia disebut dalam sebuah film atau serial mancanegara mengartikan bahwa Indonesia sudah cukup dikenal oleh dunia, atau bahkan jika ada bintang Indonesia yang ikut acting.
“Sangat senang, kalau disebut berarti nama kita (indonesia.red) sudah terkenal di dunia. Apalagi sampai ada yang shooting di Indonesia, bangganya itu sebagai warga negara tidak bisa dibayangkan,” ujarnya.
Aktris Christine Hakim yang memerankan tokoh Wayan,juga datang dari Indonesia untuk menghadiri pemutaran perdana film ini di New York.
Serial “The Last of Us” diadaptasi dari sebuah permainan video (video games), yang menceritakan tentang kehidupan manusia, pasca perebakan luas penyakit jamur otak bernama Cordyceps di Amerika pada tahun 2013. Penyakit tersebut membuat korbannya menjadi agresif seperti monster ketika terinfeksi.
Petualangan karakter utama yang penuh dengan tantangan menegangkan itu membuat video games terlaris di konsol PlayStation 3 ini diangkat menjadi sebuah serial televisi.
Kehadiran Christine Hakim dalam video promosi terbarunya, serta tampilan properti Kementerian Kesehatan RI, dalam cuitan resmi akun Twitter pengembangnya, memunculkan teori bahwa wabah tersebut bermula dari Indonesia.
Serial “The Last of Us” sendiri direncanakan tayang pada pertengahan Januari 2023 mendatang di salah satu platform terkemuka. (Sumber:voaindonesia.com)