1tulah.com, MUARA TEWEH– Masih ingat dengan seorang ibu berinisial AR (29) yang membunuh anak kandungnya sendiri Bulan Februari lalu? Warga Kelurahan Lahei I, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah itu terancam bebas dari jerat hukum.
Informasi diperoleh, AR (tersangka) mengalami gangguan jiwa. Dan sesuai pasl 44 ayat (1) KUHP berbunyi “Tiada dapat dipidana barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal.”. jadi AR tak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Kepala Polres Barito Utara AKBP Gede Pasek Muliadnyana melalui Kepala Polsek Lahei AKP Far’ul Usaedi, ditemui di ruang kerjanya, Kamis (12/5/2022) mengatakan, proses hukum tetap berjalan, karena bersangkutan, alias tersangka AR mengalami gangguan jiwa terkendala.
“Saat ini saja AR sudah hampir satu bulan di kirim ke rumah sakit jiwa Kalawa Atei, karena kembali penyakitnya kambuh. Sebelumnmya kita juga sudah berkordinais dengan Dinas Sosial untuk merujuk AR ke rumah sakit jiwa,” kata AKP Far’ul.
Dia juga menerangkan, bahwa berkas perkara sudah diajukan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan selalu dikembalikan.
“Ada surat dari RSJ yang menyatakan AR mengalami gangguan jiwa. Hal ini juga sudah kita laporkan ke Polres,” tambahnya.
Berdasarkan pemeriksaan alat bukti yang disertakan dalam berkas penyidikan polisi, JPU menyatakan yang bersangkutan mengalami gangguan kejiwaan.
“Proses hukum sudah jalan ke JPU. JPU menyatakan gangguan kejiwaan, ” kata perwira polisi yang pernh menjabat Kapolsek Montallat ini.
Bukan itu saja, sejak dua minggu lalu, Polsek Lahei bersama Dinas Sosial PMD Kabupaten Barut kembali mengantarkan AR ke RSJ Kalawa Atei, Palangka Raya karena penyakit jiwanya kambuh.
Ini tercatat kedua kalinya dalam rentang waktu kurang dari dua bulan, AR harus dibawa ke Palangka Raya Sebelumnya pada 13 Maret 2022 atau sehari setelah peristiwa memilukan di Lahei, dia juga menjalani observasi lalu perawatan di RSJ tersebut.
Penasehat Hukum AR dari LBH Pijar Barito, Kotdin Manik, saat dihubungi Minggu (9/5) malam mengatakan, penahanan kliennya ditangguhkan, karena harus berobat ke RSJ Kalawa Atei.
“Jika mengacu pada P-19 Kejaksaan, bisa keluar SP3. P-19 JPU berdasarkan Pasal 44 ayat 1 KUHP. Untuk lebih jelasnya, bisa konfirmasi dengan pihak penyidik,” kata Manik.
Apa sebenarnya P-19 yang diterbitkan oleh JPU?
Jaksa Agung Muda (JAM) Tindak Pidana Umum, Dr Fadil Zumhana, dalam blog kejaksaan, 7 Januari 2022 mengulas terbitnya P-19 merupakan wujud asas dominus litis yang dimiliki oleh lembaga kejaksaan sebagai penuntut umum.
Kewenangan Penuntut Umum yang tercantum pada Pasal 110 ayat (3) KUHAP, yang secara jelas menyebutkan “dalam hal Penuntut Umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari Penuntut Umum.”
Dalam sistem peradilan pidana, proses penuntutan itu dimulai dari proses penyidikan, sehingga dapat dikatakan penyidikan dan penuntutan merupakan suatu proses yang tidak terpisahkan dan berkesinambungan. Terbitnya surat P-19 merupakan wujud asas dominus litis sebagai pihak yang memiliki perkara, yang mengendalikan atau mengarahkan perkara, dan pihak yang mempunyai kepentingan dalam penentuan perkara.
“Asas dominus litis menegaskan bahwa tidak ada badan lain yang berhak melakukan penuntutan selain Penuntut Umum yang bersifat absolut dan monopoli. Penuntut Umum menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki dan memonopoli penuntutan dan penyelesaian perkara pidana. Artinya, sebagai pengendali perkara, arah hukum dari suatu proses penyidikan maupun untuk dapat atau tidaknya dilakukan penuntutan terhadap suatu perkara tindak pidana hasil penyidikan adalah mutlak wewenang Penuntut Umum,” ujar JAM Tindak Pidana Umum.
Begitu pula Penuntut Umum dapat menghentikan penuntutan dengan alasan tidak cukup bukti, peristiwanya bukan tindak pidana, atau perkaranya ditutup demi hukum sebagaimana tertuang dalam ketentuan Pasal 139 KUHAP.
“Untuk itu, segera lakukan edukasi kepada masyarakat, bahwa Penuntut Umum tidak menghambat atau bahkan mempersulit penanganan perkara, jangan sampai ada kesan bahwa keberadaan surat P-19 merupakan penghambat perkara, dan atas nama undang-undang Jaksa tidak akan menyatakan lengkap atau mengeluarkan surat P-21 apabila penyidik tidak atau belum memenuhi petunjuk Jaksa, maka yang harus menjadi pertanyaan adalah apa dasar hukum penyidik tidak mau melengkapi,” kata Fadil.
Seperti pernah diberitakan 1tulah.com warga se-Kecamatan Lahei, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, geger. Entah apa yang merasuki pikirannya, seorang ibu berinisial AR (29), warga Jalan Kyai Cermaguna RT 01 Kelurahan Lahei II, tega membunuh putrinya Afifa Fatiya (2 tahun 10 bulan). Diduga pelaku mengalami gangguan jiwa.
Peristiwa ini terjadi Sabtu (12/2/2022) sekitar pukul 08.30 WIB di dalam rumah pelaku sekaligus korban. Saat kejadian, sang ayah sedang berada di luar rumah.
Polisi menahan AR terkait pelanggaran Pasal 338 KUHP. Berbunyi ; Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.(*)