1tulah.com, TAMIANG LAYANG – Benda bersejarah di balai adat membutuhkan perhatian. Benda itu merupakan peninggalan suku Dayak Lawangan dari leluhur Singa Djarang mendiami wilayah perbatasan antara Maanyan dan Lawangan disebut Lawangan Pakoe.
Benda-benda yang dianggap pusaka bagi Suku Dayak Lawangan itu antara lain, Guci kuno, Pisau, dan hingga peralatan perhiasan jaman dahulu serta alat-alat ritual yang sudah ada sejak tahun 1856.
Sejarah cerita mereka Bersatu sekitar Tahun 1856 di Desa Doyoes Cabang Dari Beto.ย Karena mereka tidak sepenuhnya berpisah dari lawangan Karau. Kala itu, mereka dipimpin dan terdiri dari satu keluarga, yaitu “SINGA DJARANG” (Kepala Suku), leluhur di Beto.
Diceritakan bahwa, mereka (Keluarga Beto/red) memiliki usaha disana sini sepanjang Paku, mengenai hal penting mereka selalu konsultasi kepada kepala Suku Karau karna banyak percampuran daripada suku yang berbeda, lalu pada tahun 1892 Kepala Distrik Damang Paku-Karau, M. Gaoeng (Onder Gaung) sekaligus menjabat sebagai Kepala Desa Beto.
Meski masih tersimpan rapi di Balai Adat di desa Beto kecamatan Paku, kabupaten Barito Timur (Bartim) provinsi Kalimantan Tengah, Sayangnya, benda-benda bersejarah jaman dahulu itu, tidak terawat. Ketua Forum Pemuda Dayak (Fordayak) Raffy Hidayatullah,ย berharap agar balai adat yang menyimpan benda pusaka dan menjadi cagar budaya yang dimiliki Bartim dapat di perhatikan dan di renovasi oleh pemerintah daerah.
Raffy mengatakan kepada awak media, menurutnya balai adat milik pemda masuk cagar budaya wisata. Walau pun untuk benda Pusaka yang ada milik Keluarga Beto. Namun potensi sebagai daya tarik wisata religi (Ziarah Makam) keramat, juga menonjolkan adat istiadat dan cerita sejarah yang ada di Desa Beto.
“Saya sebagai Ketua Fordayak yang mengutamakan kepedulian pada sesama dan terkhusus untuk pemerhati cagar budaya mohon diperhatikan balai adat tersebut,” ucap Raffy
Dia mengatakan, dulu sudah pernah mengirim proposal untuk merehabilitasi kuburan dan balai tempat penyimpanan benda pusaka tersebut. Malah sempat di setujui. Namun, karena dampak pengurangan anggaran akibat pandemi Covid- 19 ini, hingga kini blum terealisasi.
Dirinya menilai bila balai adat tempat yang menyimpan benda pusaka dibiarkan, akan mengalami rusak parah, dan jika dibiarkan bisa roboh.
Tambah Raffi, dirinya ada niat memperbaiki, tetapi kan itu sudah masuk anggaran Pemda setiap tahun dari tahun 2003 untuk acara Pemalasan benda pusaka leluhur Singa Djarang. dan tahun kemarin pun sudah disurvey oleh Kepala Dinas Parwisata.
“Melihat kuburan atau makam bersejarah yang ada dibeto yang juga perlu perehapan sebagai daya tarik wisata religi. Jadi saya mohonkan untuk perhatiannya pemerintah daerah terkait ini. Sehingga menjadi acuan penting untuk dipelajari dan dikenang dilestarikan adanya, agar cucu cicit kita dimasa depan tau sejarah dan budaya adat istiadat dikampung halamannya,” tukasnya.(zek)