1TULAH.COM-Bank Indonesia (BI) memberikan peringatan terkait dampak ketegangan perang dagang yang diinisiasi oleh mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap perekonomian global. Kebijakan tarif yang diterapkan AS tersebut dinilai memberikan tekanan signifikan, termasuk terhadap stabilitas ekonomi Indonesia.
Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, mengungkapkan bahwa penetapan tarif impor oleh AS telah memicu arus modal asing keluar (outflow) dari pasar keuangan Indonesia dalam jumlah yang cukup besar. Sejak kebijakan tarif diumumkan pada 2 April hingga 21 April 2026, tercatat dana asing senilai 2,86 miliar dollar AS atau setara dengan lebih dari Rp 45 triliun (dengan asumsi kurs Rp 15.800 per dollar AS) telah meninggalkan Indonesia.
“Tapi Sejak diumumkan kebijakan tarif 2 April hingga 21 April tercatat investasi protofolio tercatat net outflow 2,86 milliar dollar AS. Ini lebih risk appetite investor gloval yang sangat tinggi sehingga menarik modalnya tidak saja Indonesia tapi ke negara emerging market,” jelas Perry Warjiyo dalam konferensi pers virtual, Kamis (24/5/2026).
Meskipun demikian, Perry menekankan bahwa fenomena keluarnya modal asing ini tidak hanya dialami oleh Indonesia, melainkan juga oleh sejumlah negara berkembang lainnya. Bahkan, para investor global cenderung memindahkan aset investasi mereka ke negara-negara yang dianggap lebih aman (safe haven), termasuk Eropa dan Jepang.
“Yang terasa sekarang kebijakan tarif dalam jangka pendek ini adalah sangat tinggi ketidakpastian atau premi resiko para pelaku atau investor global. Jadi investor memindahkan investasi protfolionya ke negara seperi Eropa, Amerika dan Jepang,” bebernya.
Kabar baiknya, Perry menyampaikan bahwa tekanan outflow modal asing mulai mereda, terutama pada instrumen Surat Berharga Negara (SBN). Hal ini sejalan dengan terjaganya prospek positif perekonomian Indonesia serta ketahanan eksternal yang dinilai masih solid.
Ketidakpastian Global Meningkat Akibat Perang Tarif AS
Sebelumnya, BI telah mengidentifikasi bahwa ketidakpastian ekonomi global semakin meningkat akibat kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Amerika Serikat. Pengumuman kebijakan tarif AS pada awal April 2025, diikuti dengan langkah retaliasi dari Tiongkok dan potensi respons serupa dari negara lain, berpotensi memperparah fragmentasi ekonomi global dan menurunkan volume perdagangan dunia secara keseluruhan.
Sebagai konsekuensinya, Bank Indonesia memproyeksikan penurunan pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2025 menjadi 2,9% dari perkiraan sebelumnya sebesar 3,2%. Penurunan terbesar diperkirakan terjadi di Amerika Serikat dan Tiongkok, sebagai dampak langsung dari perang tarif antara kedua negara tersebut.
Pertumbuhan ekonomi di negara maju dan negara berkembang lainnya juga diprediksi akan melambat, terpengaruh oleh penurunan ekspor ke AS dan dampak tidak langsung dari berkurangnya volume perdagangan internasional.
Perang tarif dan dampak negatifnya terhadap pertumbuhan ekonomi AS, Tiongkok, dan global secara keseluruhan memicu peningkatan ketidakpastian di pasar keuangan global. Hal ini mendorong perilaku risk aversion di kalangan pemilik modal. Akibatnya, yield obligasi pemerintah AS (US Treasury) mengalami penurunan, dan indeks mata uang dolar AS terhadap mata uang utama dunia (DXY) melemah di tengah ekspektasi penurunan suku bunga acuan AS (Fed Funds Rate).
Aliran modal global pun bergeser dari Amerika Serikat menuju negara dan aset yang dianggap lebih aman (safe haven asset), terutama aset keuangan di Eropa dan Jepang, serta komoditas emas. Sementara itu, aliran keluar modal dari negara-negara berkembang masih berlanjut, memberikan tekanan terhadap pelemahan nilai tukar mata uang mereka.
Memburuknya kondisi ekonomi global ini menuntut penguatan respons dan koordinasi kebijakan yang lebih efektif untuk menjaga ketahanan eksternal Indonesia, mengendalikan stabilitas nilai tukar rupiah, dan mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri.
Fundamental Ekonomi Indonesia Masih Solid
Di tengah tekanan global, Bank Indonesia menegaskan bahwa Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) masih menunjukkan kinerja yang baik, sehingga mampu menopang ketahanan eksternal. Surplus neraca perdagangan terus berlanjut hingga Maret 2025, mencapai 4,3 miliar dollar AS, meningkat dibandingkan surplus bulan sebelumnya sebesar 3,1 miliar dollar AS.
Aliran masuk modal asing ke instrumen keuangan domestik dalam bentuk investasi portofolio juga tercatat positif sejak awal tahun 2025 hingga akhir Maret 2025, dengan net inflows sebesar 1,6 miliar dollar AS.
Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Maret 2025 tercatat tinggi, mencapai 157,1 miliar dollar AS. Jumlah ini setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, menunjukkan ketahanan eksternal yang kuat.
Meskipun demikian, Bank Indonesia tetap mewaspadai perkembangan perang dagang global dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia, serta terus melakukan langkah-langkah stabilisasi untuk menjaga устойчивость pasar keuangan dan nilai tukar rupiah. (Sumber:Suara.com)