1TULAH.COM-Pembangunan IKN Nusantara hingga sekarang terus mendapat sorotan dari banyak kalangan, terutama yang berhubungan dengan pembukaan kawasan hutan, meskipun dalam hal ini status hutan yang dibuka sebenarnya juga bukan dalam kondisi baik-baik saja, atau sudah dalam kondisi rusak.
Konsep Forest City yang menjadi dasar pembangunan di kawasan IKN diyakini oleh pemerintah, justru akan memperbaiki kondisi hutan di kawasan tersebut.
Ibu Kota Nusantara (IKN) dibangun di atas lahan yang berstatus hutan. Pakar menilai pembangunan ini sama saja, dengan merusak kawasan meski pemerintah berkilah pembangunan tersebut justru membenahi hutan sejalan dengan visi ‘forest city.’
Dosen Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada (UGM), Dwiko Budi Permadi, Ph.D, membuat ilustrasi sederhana terkait IKN dan klaim pelestarian hutan.
Dalam penjelasan pemerintah, termasuk dokumen Bappenas, dipaparkan bahwa IKN adalah kota masa depan yang maju dan hijau, dengan 70 persennya merupakan kawasan hijau.
Kebijakan ini sesuai dengan keinginan Presiden Jokowi untuk menjadikan IKN sebagai forest city atau kota hutan.
“Tentu saja indah kan? Tapi justru kita menimbulkan pertanyaan kritis, karena status 256 ribu hektare itu adalah hutan. Kalau dikatakan 70 persennya kawasan hijau, berarti melakukan deforestasi sebesar 30 persen. Berarti 30 persen itu adalah sedang dilaksanakan deforestasi untuk pembangunan infrastruktur dan sebagainya,” kata Dwiko dalam diskusi terkait IKN di Fisipol, UGM, Selasa (23/5).
Penilaian Dwiko didasarkan pada alasan bahwa kawasan IKN berstatus sebagai hutan. Jika nantinya hanya 70 persen area yang hijau setelah IKN jadi, maka bermakna 30 persen telah berubah fungsi.
Pilihan kebijakan ini akan menjawab pertanyaan apakah IKN merusak paru-paru dunia atau tidak. “Kaidahnya adalah setiap perubahan landscape hutan secara kualitas maupun secara kuantitas, pasti akan mengubah kualitas dari paru-paru itu. Pasti akan merusak paru-paru itu,” ujarnya.
Rehabilitasi-Reboisasi Tugas Berat
Ada dua bentuk perubahan hutan, yaitu deforestasi dan degradasi. Deforestasi adalah perubahan hutan menjadi nonhutan, seperti menjadi sebuah kota. Degradasi adalah penurunan kualitas hutan menjadi hutan tanaman, atau kebun atau mungkin menjadi lahan pertanian.
Namun di sisi lain, Dwiko juga membaca laporan Bappenas yang menyatakan bahwa kondisi hutan di kawasan IKN memang tidak baik-baik saja.
Dari 256 ribu hektare yang akan menjadi ibu kota, hanya 43 persen masih layak disebut hutan. Karena itu, jika targetnya adalah 70 persen kawasan hutan, pemerintah memiliki beban hampir 30 persen lahan harus dihutankan kembali.
“Pertanyaannya, mampukah kita mentransformasi hutan produksi tanaman eukaliptus yang kualitasnya lebih rendah dari primer itu, menjadi hutan tropis yang betul-betul mampu menyuplai oksigen, menyupai biodiversitas, mempertahankan kelestarian hutan dan seterusnya,” tanya Dwiko.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sejauh ini hanya memiliki kemampuan melakukan rehabilitasi dan reboisasi seluas 900 hektare per tahun. Itupun dengan tingkat keberhasilan yang rendah. “Setelah dihitung, membutuhkan waktu 88 tahun untuk bisa mentransformasi kawasan hutan IKN itu menjadi hutan kembali,” tegas Dwiko.
Pemerintah Tegaskan Komitmen
Muhammad Nurdin dari Tim Gubernur untuk Pengawalan Percepatan Pembangunan Kalimantan Timur menyebut seluruh dokumen hukum pembangunan IKN telah selesai dibuat.
Di dalamnya, termuat seluruh aspek pembangunan, termasuk komitmennya pada lingkungan. Dia mengajak seluruh pihak untuk memantau implementasinya di lapangan.
Terkait kondisi di kawasan yang akan menjadi IKN, diakui Nurdin bahwa meski berstatus hutan, tetapi faktanya jauh dari status itu.
“Seratus tiga puluh enam ribu hektare dari 256 ribu hektare seluruhnya itu pemukiman, termasuk di Pantai Samboja. Kita lihat dari jalan lama Bukit Soeharto, kawasan lindung itu ke pantai, itu kondisinya alang-alang hampir 80 persen. Kecuali di Bukit Soeharto, masih ada hutan termasuk yang mangrove sedikit di Teluk Balikpapan,” papar Nurdin.
Nurdin, mewakili gubernur Kalimantan Timur, meyakini bahwa komitmen pembangunan ekonomi berkelanjutan dari pemerintah akan dipenuhi. Apalagi, Indonesia terikat dan sudah meratifikasi sejumlah kesepakatan internasional dalam isu lingkungan.
“Jadi, menurut saya, ancaman itu adalah tantangan buat kita semua, untuk generasi yang akan datang, mengawal dokumen-dokumen perencanazn, undang-undang, peraturan pemerintah, semua dokumen resmi pemerintah yang ada. Kita kawal 24 jam, kalau ada yang menyimpang dari komiten, harus kita perbaiki,” tegasnya.
Sejak proses pembangunan saat ini, isu lingkungan juga menjadi perhatian penting. Salah satunya, Kepala Otorita IKN telah mengeluarkan surat edaran untuk pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Surat itu ditujukan kepada penanggung jawab proyek-proyek konstruksi.
Otorita IKN juga mengeluarkan petunjuk teknis bagi pengelola proyek konstruksi untuk menjaga perilaku dan memperlihatkan dampak aktivitas mereka terhadap satwa setempat. (Sumber:voaindonesia.com)