Peringkat Kebebasan Pers di Indonesia Membaik, Tapi Masih Kalah Dibandingkan Malaysia dan Timor Leste

- Jurnalis

Jumat, 5 Mei 2023 - 06:56 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Poster yang dipasang dipagar kawat depan Gedung Negara Grahadi, menolak kekerasan terhadap jurnalis. (Foto: VOA/Petrus Riski)

Poster yang dipasang dipagar kawat depan Gedung Negara Grahadi, menolak kekerasan terhadap jurnalis. (Foto: VOA/Petrus Riski)

1TULAH.COM-Ada perbaikan kebebasan Pers di Indonesia dalam setahun belakangan ini. Hal ini berdasarkan hasil riset Lembaga nirlaba Reporters Without Borders (RSF) pada pekan lalu.

Dalam rilis ini daftar indeks kebebasan pers dunia 2023, yang memasukkan RI di peringkat ke-108 dari 180 negara. Membaiknya indeks kebebasan pers Indonesia ini, ternyata masih berada di bawah peringkat dua Negara tentangga, yakni Malaysia pada peringlat 73 dan Timor Leste pada peringkat 10.

Tiga Mei diperingati sebagai Hari Kebebasan Pers Sedunia. Dalam waktu yang bersamaan Reporters Without Borders (RSF) merilis daftar indeks kebebasan pers dunia 2023.

Dalam daftar itu Indonesia berada di peringkat 108 dari 180 negara yang disurvei, yang menandakan masih cukup terkekangnya kebebasan pers Indonesia. Peringkat Malaysia (73) dan Timor Leste (10) bahkan jauh lebih baik dibanding Indonesia.

Dibandingkan tahun 2022 yang berada di posisi ke-117, peringkat Indonesia tahun ini sebenarnya membaik. Meskipun demikian jurnalis Indonesia masih berada dalam situasi sulit ketika menjalankan kerja-kerja jurnalistiknya.

Hal itu dikatakan oleh Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Ika Ningtyas. “Posisi 108 itu belum melepaskan Indonesia dalam situasi sulit,” katanya, Selasa (2/5).

Hal ini bukan tanpa alasan. Data AJI Indonesia sepanjang tahun 2022 menunjukkan jurnalis masih menjadi target pembungkaman. Ini tampak dengan adanya 61 kasus serangan terhadap jurnalis.

“Kami melihat justru ada peningkatan serangan terhadap jurnalis maupun organisasi media. Di tahun 2022 berdasarkan data yang kami kumpulkan itu terjadi 61 kasus serangan dengan jumlah korban jurnalis mencapai 97. Kemudian, organisasi media ada 14. Kalau melihat angka kasus serangan justru di tahun 2022 kami melihat ada peningkatan dibandingkan dua tahun lalu,” ujar Ika.

Baca Juga :  Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte ditangkap di Bandara Manila

Meskipun jumlah serangan itu mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, dari segi korban jumlah itu justru meningkat. “Jadi kami melihat memang ada intensitas yang makin tinggi,” ucap Ika.

Sepanjang tahun 2022 hingga 2023, kata Ika, menjadi masa kelam bagi jurnalis jika dilihat dari aspek regulasi. Regulasi-regulasi seperti Undang-Undang (UU) No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan ITE, UU No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, UU No 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, Peraturan Menteri Kominfo No 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Privat, UU No 1 Tahun 2023 tentang KUHP hingga UU Cipta Kerja dan Perppu Cipta Kerja menjadi ancaman bagi jurnalis.

“Dari regulasi itu sebenarnya sudah menunjukkan tahun 2022-2023 situasinya cukup sulit yang dialami oleh jurnalis dan pekerja media,” kata Ika.

Indikator yang menunjukkan bahwa jurnalis di Indonesia berada dalam lingkungan tidak aman, bisa dilihat dari banyaknya tingkat serangan terhadap jurnalis, baik secara fisik, digital, maupun kekerasan seksual yang dialami oleh sebagian jurnalis perempuan.

UU Pers No 40 Tahun 1999 tampaknya masih belum melindungi jurnalis, karena faktanya regulasi itu tak sepenuhnya melindungi jurnalis dari serangan saat menjalankan kerja-kerja jurnalistiknya.

“Bayangkan di tahun 1999 itu kita sudah punya undang-undang. Tapi ternyata kita melihat bahwa itu tidak menghentikan kekerasan terhadap jurnalis. Sebagian besar kasus-kasus kekerasan itu kemudian menjadi impunitas karena banyak pelakunya tidak ditangkap atau kasusnya tidak diungkap. Pelaku-pelaku kekerasan itu masih menikmati impunitas,” jelas Ika.

Bukan hanya itu, AJI Indonesia juga mencatat sebagian besar pelaku kekerasan terhadap jurnalis adalah aktor negara, terutama polisi.

“Itu justru ironi, polisi yang seharusnya melindungi jurnalis tapi ternyata dalam praktiknya menjadi pelaku terbanyak. Dari sekian banyak kasus yang melibatkan polisi sebagai pelaku. AJI mencatat baru satu kasus dengan dua pelaku yang diadili di Surabaya. Kasus-kasus yang lain bagaimana nasibnya?,” pungkas Ika.

Baca Juga :  Tingkatkan Kapasitas Diri, Kunci Sukses Bersaing di Era Globalisasi! Ini Tips dari Legislator Kalteng

LBH Pers: Regulasi Perburuk Kebebasan Pers

Sementara itu, Direktur LBH Pers Ade Wahyudin mengatakan kondisi kebebasan pers di Indonesia belum terlihat lebih baik dari tahun sebelumnya.

Pasalnya, berdasarkan pemantauan LBH Pers pada 2022 kekerasan terhadap pers masih menyentuh di angka 51 kasus. Kondisi itu diperburuk dengan regulasi-regulasi yang tidak pro terhadap kebebasan pers.

“Dengan banyak regulasi yang menghambat, membuat kondisi kerja jurnalis semakin sulit dari aspek ketenagakerjaan hingga kegiatan jurnalistiknya,” ucapnya.

Lalu, impunitas pelaku kekerasan terhadap jurnalis juga semakin menambah kelam kondisi pers di Indonesia. “Kasus-kasus kekerasan (terhadap jurnalis) tidak diselesaikan secara tuntas,” kata Ade.

Dihubungi secara terpisah, Ketua Dewan Pers Dr. Ninik Rahayu mengatakan survei mandiri yang dilakukan lembaga itu menunjukkan kemerdekaan pers tiga tahun terakhir ini “cukup bebas,” dengan skor berturut-turut dari 2020 (75,27), 2021 (76,02), dan 2022 (77,88).

“Indeks Kemerdekaan Pers” yang dilakukan Dewan Pers mengukur tiga lingkungan, yaitu lingkungan fisik politik, lingkungan ekonomi, dan lingkungan hukum. Perbaikan situasi pada tiga lingkungan tersebut memerlukan peran dari banyak pihak, ujar Ninik, yaitu pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta.

Secara khusus Dewan Pers juga menyoroti peran perusahaan pers, yang menurut Ninik, penting guna memastikan pemenuhan hak atas kesejahteraan wartawan.

“Ini masih sangat menjadi PR (pekerjaan rumah.red) terutama bagi perusahaan pers yang baru, atau perusahaan pers yang sekedar dibentuk, namun bekerja dengan tidak profesional,” ujarnya. (Sumber:voaindonesia.com)

Berita Terkait

Dominasi Marquez Bersaudara di Sprint Race MotoGP Argentina 2025, Honda Mulai Bangkit
Ciri-Ciri Malam Lailatul Qadar yang Wajib Diketahui, Malam Penuh Kemuliaan di Bulan Ramadan
Luna Maya Tampil Beda dengan Pixie Cut, Banjir Pujian Netizen!
KPK OTT Pejabat dan Anggota DPRD OKU, 8 Orang Diamankan!
Pramono Diminta Tetap Jalankan Program Sarapan Bergizi Gratis, Pengamat: Peluang Dongkrak Kepercayaan Publik
Warga Demo Bawaslu Barito Utara, Tuntut Penegakan Hukum Dugaan Money Politik Tidak Tebang Pilih!
Jadwal Cuti Bersama Idul Fitri 2025: Liburan Panjang dan Tips Mudik Aman!
Bakti Sosial Kodim 1012/Buntok: Bersihkan Masjid dan Santuni Panti Asuhan Jelang HUT Korem
Tag :

Berita Terkait

Minggu, 16 Maret 2025 - 09:52 WIB

Dominasi Marquez Bersaudara di Sprint Race MotoGP Argentina 2025, Honda Mulai Bangkit

Minggu, 16 Maret 2025 - 09:46 WIB

Ciri-Ciri Malam Lailatul Qadar yang Wajib Diketahui, Malam Penuh Kemuliaan di Bulan Ramadan

Minggu, 16 Maret 2025 - 09:40 WIB

Luna Maya Tampil Beda dengan Pixie Cut, Banjir Pujian Netizen!

Sabtu, 15 Maret 2025 - 20:05 WIB

KPK OTT Pejabat dan Anggota DPRD OKU, 8 Orang Diamankan!

Sabtu, 15 Maret 2025 - 17:31 WIB

Warga Demo Bawaslu Barito Utara, Tuntut Penegakan Hukum Dugaan Money Politik Tidak Tebang Pilih!

Sabtu, 15 Maret 2025 - 14:09 WIB

Jadwal Cuti Bersama Idul Fitri 2025: Liburan Panjang dan Tips Mudik Aman!

Sabtu, 15 Maret 2025 - 12:55 WIB

Bakti Sosial Kodim 1012/Buntok: Bersihkan Masjid dan Santuni Panti Asuhan Jelang HUT Korem

Sabtu, 15 Maret 2025 - 08:54 WIB

Hanya 5,48% Anak Disabilitas Bersekolah: Potret Suram Akses Pendidikan di Indonesia

Berita Terbaru

KPK melakukan operasi tangkap tangan di OKU [istock]

Berita

KPK OTT Pejabat dan Anggota DPRD OKU, 8 Orang Diamankan!

Sabtu, 15 Mar 2025 - 20:05 WIB