1TULAH.COM-Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Pemprov Kalteng) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalteng tengah mengintensifkan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral Bukan Logam, Mineral Bukan Logam Jenis Tertentu, dan Batuan.
Raperda ini merupakan langkah strategis untuk memperkuat tata kelola pertambangan di daerah, meningkatkan kepastian hukum, dan memerangi praktik penambangan ilegal yang merugikan.
Perkembangan Pembahasan dan Target Pengesahan
Menurut Ketua Panitia Khusus (Pansus) Raperda, Siti Nafsiah, pembahasan Raperda telah memasuki tahap krusial, yaitu pembahasan pasal per pasal berdasarkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Tim Pansus DPRD dan Tim Raperda Pemprov Kalteng telah bekerja sama secara intensif untuk memastikan setiap poin dalam Raperda ini sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di lapangan.
Nafsiah menjelaskan, langkah selanjutnya adalah melakukan konsultasi ke kementerian teknis dan daerah lain yang memiliki Perda sejenis, seperti Provinsi Jawa Tengah. Tujuannya adalah untuk memperkaya substansi Raperda dan memastikan sinkronisasi dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
“Kami meyakini bahwa kehadiran Perda ini akan memperkuat tata kelola pertambangan daerah, meningkatkan kepastian hukum, menekan praktik tambang ilegal, serta memastikan pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kelestarian lingkungan serta kesejahteraan masyarakat Kalteng,” ujar Siti Nafsiah.
Pansus menargetkan Raperda ini dapat disahkan pada tahun berjalan sesuai jadwal Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda). Percepatan ini diharapkan dapat memberikan payung hukum yang lebih kuat bagi Kalteng dalam mengelola kewenangan pertambangan yang didelegasikan dari pemerintah pusat.
Isu Krusial: Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan Sinkronisasi Hukum
Salah satu isu yang paling krusial dalam pembahasan Raperda adalah pengaturan mengenai Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Hal ini menjadi fokus karena Raperda ini adalah turunan dari UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, PP Nomor 96 Tahun 2021 jo. PP Nomor 25 Tahun 2024, serta Perpres Nomor 55 Tahun 2022.
Menurut Nafsiah, konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sangat penting untuk memastikan judul dan materi Raperda tidak melampaui kewenangan daerah dan sejalan dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, konsultasi ke daerah lain seperti Jawa Tengah, yang telah memiliki Perda serupa, menjadi sarana untuk mempelajari bagaimana IPR logam ditempatkan dalam Perda mereka. Ini penting agar Raperda Kalteng tidak hanya sah secara formal, tetapi juga aplikatif dalam pelaksanaannya.
Kasus Hukum sebagai Dorongan untuk Percepatan
Nafsiah juga menegaskan, Raperda ini menjadi semakin mendesak untuk disahkan, terutama setelah mencuatnya kasus-kasus pertambangan yang sedang ditangani oleh Aparat Penegak Hukum (APH), seperti kasus korupsi penjualan dan ekspor zircon yang ditangani oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati).
Kasus ini menunjukkan adanya celah hukum dan penyalahgunaan izin, di mana beberapa pihak membeli hasil tambang ilegal dari masyarakat dan menjualnya kembali dengan dokumen yang sah. Perda ini diharapkan dapat menutup celah-celah tersebut dan memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat dalam industri pertambangan.
“Perda ini penting untuk segera disahkan karena dapat menekan praktik tambang ilegal dan memastikan pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara transparan dan akuntabel,” pungkasnya.
Dengan pengesahan Raperda ini, Kalteng akan memiliki landasan hukum yang kuat untuk mengelola pertambangan dengan lebih baik, meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan, dan memastikan hasil pertambangan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. (Ingkit)