1TULAH.COM-Dua mantan personel Polda Sumut ditetapkan sebagai tersangka pemerasan dana DAK SMK. Polri terus mengusut tuntas kasus korupsi ini dan membuka kemungkinan adanya tersangka lain.
Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) Polri menetapkan dua mantan personel Polda Sumatera Utara (Sumut) sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terkait dengan dana alokasi khusus (DAK) untuk kegiatan di sekolah menengah kejuruan negeri (SMKN).
Kedua tersangka, Kompol R (Ramli) dan Brigadir BSP, diduga kuat melakukan pemerasan terhadap kepala sekolah SMKN di Sumut.
Mereka memaksa para kepala sekolah untuk memberikan bagian dari proyek DAK dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Modus yang digunakan adalah dengan mengirimkan surat aduan masyarakat (dumas) fiktif terkait dugaan korupsi dana bantuan operasional satuan pendidikan (BOSP).
Para kepala sekolah yang menolak permintaan mereka diancam dan diminta untuk mengalihkan pekerjaan proyek atau menyerahkan “fee” sebesar 20 persen dari anggaran.
Total “fee” yang berhasil dikumpulkan dari 12 kepala sekolah SMKN mencapai Rp4,7 miliar.
Barang bukti yang diamankan adalah uang tunai senilai Rp400 juta yang ditemukan di mobil milik tersangka R.
Polri telah menetapkan kedua tersangka dan melakukan upaya hukum lebih lanjut.
Kemungkinan adanya tersangka lain, termasuk dari pihak swasta, masih dalam penyelidikan.
Tindakan tegas akan diambil terhadap semua pihak yang terlibat dalam kasus ini.
Kedua tersangka disangkakan dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini menambah daftar panjang kasus pemerasan yang melibatkan oknum polisi.
Sebelumnya, puluhan polisi dilaporkan terlibat kasus pemerasan terhadap pengunjung konser Djakarta Warehouse Project (DWP) di Jakarta.
Beberapa oknum polisi yang terlibat dalam kasus pemerasan pengunjung konser DWP, sudah mendapatkan sanksi pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). (Sumber:Suara.com)