1TULAH.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu (HGR) atau yang dikenal sebagai Mbak Ita, beserta suaminya, Alwin Basri (AB).
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait proyek pengadaan meja dan kursi SD, pemotongan tunjangan ASN, serta gratifikasi.
Wakil Ketua KPK, Ibnu Basuki Widodo, mengungkapkan bahwa sejak menjabat sebagai Wali Kota Semarang, Mbak Ita dan Alwin diduga menerima sejumlah uang dari berbagai sumber.
Penerimaan tersebut berasal dari fee proyek pengadaan meja kursi SD di Dinas Pendidikan Kota Semarang tahun anggaran 2023, pengaturan proyek penunjukan langsung di tingkat kecamatan pada tahun yang sama, serta permintaan uang ke Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang.
Mbak Ita disebut memerintahkan bawahannya untuk menetapkan PT Deka Sari Perkasa sebagai penyedia dalam proyek pengadaan meja dan kursi SD.
Pada Juni 2023, ia juga meminta setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) menyisihkan 10% dari anggarannya untuk dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P).
Selain itu, Dinas Pendidikan diperintahkan untuk mengurangi beberapa pekerjaan fisik agar anggaran dapat dialihkan.
Alwin Basri, yang menjabat sebagai Pimpinan DPRD Jawa Tengah, diduga meminta Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang memasukkan anggaran senilai Rp 20 miliar dalam APBD-P.
Ia juga terlibat dalam penunjukan PT Deka Sari Perkasa sebagai pemenang tender proyek tersebut.
Dalam APBD-P, anggaran untuk pengadaan meja dan kursi SD meningkat tajam menjadi Rp 19,2 miliar, padahal dalam APBD awal tahun 2023 proyek tersebut hanya bernilai Rp 900 juta.
Sebagai kompensasi atas peran Alwin, pihak PT Deka Sari Perkasa disebut telah menyiapkan dana sebesar Rp 1,75 miliar atau sekitar 10% dari nilai proyek.
Selain kasus pengadaan meja dan kursi SD, Mbak Ita dan Alwin juga diduga mengatur proyek penunjukan langsung di tingkat kecamatan dengan total nilai Rp 20 miliar.
Perintah pengaturan proyek ini berasal dari Alwin, yang meminta agar proyek tersebut dikendalikan oleh Martono, Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Kota Semarang. Sebagai imbalan, Alwin meminta fee sebesar Rp 2 miliar, setara dengan 10% dari nilai proyek.
Pada Desember 2022, Martono menyerahkan uang senilai Rp 2 miliar kepada Alwin sebagai bentuk komitmen fee.
Beberapa bulan kemudian, tepatnya pada Maret 2023, Martono mengumpulkan dana tambahan sebesar Rp 1,4 miliar dari para kontraktor anggota Gapensi.
Uang tersebut kemudian digunakan untuk membeli mobil hias dalam festival bunga, sesuai dengan instruksi dari Alwin.
KPK menyebut Mbak Ita mengetahui dan menyetujui penggunaan dana dari fee proyek ini untuk membiayai program Pemerintah Kota Semarang yang tidak dianggarkan dalam APBD.
Mbak Ita juga terseret kasus pemotongan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) yang berasal dari insentif pungutan pajak.
Pada Desember 2022, ia menandatangani Keputusan Wali Kota Semarang terkait alokasi besaran insentif tersebut bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kota Semarang.
Mbak Ita kemudian meminta anak buahnya untuk mengkaji ulang besaran TPP bagi pegawai Bapenda, dengan alasan jumlah yang diterima pegawai tersebut hampir setara dengan gajinya sebagai wali kota.
Akibatnya, pada periode April hingga Desember 2023, ia dan suaminya diduga menerima total Rp 2,4 miliar dari hasil pemotongan TPP pegawai. KPK menegaskan bahwa penerimaan uang tersebut tidak sah dan melanggar aturan.
Dalam praktiknya, anak buah Mbak Ita, IIN, menyerahkan uang dari pemotongan TPP pegawai secara berkala setiap triwulan.
Secara keseluruhan, setiap tiga bulan Mbak Ita dan Alwin menerima sekitar Rp 300 juta, sehingga dalam setahun jumlahnya mencapai Rp 2,4 miliar.
Saat ini, KPK masih terus mendalami kasus ini untuk mengungkap lebih lanjut aliran dana serta pihak-pihak lain yang terlibat dalam dugaan tindak pidana korupsi tersebut.
Penulis : Laili R