1TULAH.COM-Hujan deras yang mengguyur desa itu pada Minggu siang (26/3/2023) menyebabkan banjir dan airnya masuk ke beberapa rumah warga dan musholla di Dusun Karang.
Apa yang dikhawatirkan warga penolak tambang Andesit di Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah termasuk saat bersaksi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta beberapa waktu lalu bahwa tambang andesit berpotensi membawa bencana bagi warga, benar-benar terjadi.
Banjir itu terjadi akibat petak hutan di perbukitan mulai dibuka untuk akses jalan yang menghubungkan lokasi tambang batu andesit di Wadas dan lokasi Waduk Bener di Desa Bener yang berjarak sekira 12 kilometer.
Akibatnya air hujan tidak lagi tertahan tumbuhan dan masuk ke tanah tetapi langsung mengalir di permukaan dan meluncur ke bawah.
Air berwarna coklat itu meluncur deras sambil membawa tanah dan bebatuan. Banjir ini melewati ruas jalan di desa itu sehingga warga tidak berani melintas.
“Hari ini, Desa wadas sedang mengalami banjir,” ujar anggota Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa), Siswanto melalui siaran pers yang diterima redaksi 1tulah.com.
Ia berharap rencana tambang bisa dihentikan karena bisa membahayakan warga. Siswanto pernah mengingatkan soal ini kepada para pejabat dari Kantor Pertanahan Kabupaten Purworejo sebagai Panitia Pengadaan Tanah (P2T) dan Balai Besar Sungai Wilayah Serayu Opak (BBWSSO) sebagai lembaga pemerintah yang menjadi pemrakarsa proyek Bendungan Bener dan Tambang Andesit di Wadas, Senin (20/3/2023).
“Untuk apa mendapatkan ganti rugi Rp10 miliar (setelah menyerahkan tanah untuk tambang) jika kemudian mati kena tanah longsor,” ujarnya.
Sejak awal warga Wadas sudah menolak rencana tambang ini karena khawatir lingkungan jadi rusak dan ancaman bencana meningkat. Tetapi pemerintah tetap menjalankan rencana menambang batu Andesit di desa itu.
Batu andesit ini akan digunakan untuk membangun Waduk Bener yang ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) oleh Presiden Joko Widodo dan dilaksanakan oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.
Pemerintah menggunakan cara-cara represif untuk mematikan perlawanan warga. Segala daya upaya melalui jalur hukum yang dilakukan warga juga selalu dikalahkan.
Priyan Susyie, seorang anggota Wadon Wadas (kelompok perempuan yang menolak Wadas) sangat sedih melihat banjir mulai melanda desanya.
“Baru akses jalan saja sudah menyebabkan banjir apa lagi kalau ada tambang, mau jadi apa Wadas,” ujarnya.
Ia berharap warga Wadas harus berjuang semaksimal mungkin agar tidak jadi lokasi tambang.
“Jika Wadas sampai ditambang maka akan terjadi banjir bandang yang lebih besar lagi,” tambahnya.
Apa yang dikatakan Susyie sangat beralasan. Apalagi saat ini bumi sedang mengalami krisis iklim yang salah satu wujudnya adalah hujan dengan intensitas sangat tinggi. Bila ini terjadi ada resiko longsor dan banjir bandang saat bagian atas perbukitan di Wadas ditambang. Seperti diketahui, warga Wadas tinggal di lereng dan kaki perbukitan di desa itu.
Banjir di Wadas harus membuat pemerintah berpikir ulang tentang rencana membuka tambang andesit di desa itu. Keberadaan tambang akan makin meningkatkan resiko bencana warga di wilayah itu yang sejak dahulu sudah dinyatakan sebagai daerah rawan bencana longsor.
Dhanil Al Ghifary dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta yang menjadi kuasa hukum warga Wadas yang menolak tambang mengatakan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan BBWSSO sebagai wakil pemerintahan punya komitmen untuk menyejahterakan rakyat dan tidak sebaliknya membuat sengsara.
“Pembebasan tanah untuk tambang di Wadas hanya cerita awal penghancuran alam di Wadas,” ujarnya.
Gempadewa dan Wadon Wadas berharap seluruh elemen kelompok sipil mau membantu warga Wadas menghentikan rencana tambang batu andesit di desa itu. Hanya rakyat yang bersatu bisa melawan pemerintah yang lalim dan menghentikan Proyek Strategis Negara yang menyengsarakan rakyat. (Adi)