Polisi Indonesia Masih Bermasalah? Ini Hasil Riset Terbaru BRIN terkait Penyalahgunaan Wewenang dan Kekerasan Fisik Polisi

- Jurnalis

Kamis, 27 Juli 2023 - 08:55 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Para petugas dari kepolisian RI melindungi diri mereka dengan tameng saat melakukan pengamanan aksi unjuk rasa penentangan terhadap Undang-undang Omnibus di Jakarta, 13 Oktober 2020. (Reuters/Willy Kurniawan)

Para petugas dari kepolisian RI melindungi diri mereka dengan tameng saat melakukan pengamanan aksi unjuk rasa penentangan terhadap Undang-undang Omnibus di Jakarta, 13 Oktober 2020. (Reuters/Willy Kurniawan)

1TULAH.COM-Jajaran Institusi Polri kembali mendapatkan hasil riset mengecewakan. Terutama yang terkait dengan penyalahgunaan wewenang dan kekerasan fisik yang dilakukan oleh petugas kepolisian.

Hasil riset terbaru yang dipublikasikan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) merupakan bukti bahwa institusi Polri di negeri ini masih bermasalah. Anda setuju? Ini Penjelasannya.

Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mempublikasikan hasil risetnya yang mencatat kasus-kasus pelanggaran oleh aparat kepolisian. Sekitar sepertiga kasus pelanggaran itu adalah penyalahgunaan kewenangan.

Peneliti klaster riset konflik, pertahanan dan keamanan BRIN, Dr Sarah Nuraini Siregar melakukan penelitian online media monitoring selama Januari-Juni 2023, khusus terkait tindak pelanggaran oleh anggota kepolisian.

Selama periode itu, ditemukan 88 kasus dengan 101 pelanggaran oleh polisi, yang tersebar di berbagai wilayah. “Kalau kita lihat penyelewengan wewenang itu merupakan jenis pelanggaran tertinggi yang dilakukan polisi, sepanjang Januari sampai Juni 2023, yaitu sebesar 34,7 persen dan diikuti kemudian oleh kekerasan fisik,” papar Sarah dalam rilis data hasil penelitian pada Senin (24/7/2023).

Sarah memberi contoh kasus penyelewengan wewenang yang dilakukan seorang anggota Polres Bengkalis, yang menerima suap dalam kasus narkoba. Sedangkan kasus kekerasan fisik, misalnya yang dilakukan salah satu Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) di Sulawesi Selatan yang menganiaya buruh tani. Kekerasan non fisik, misalnya terjadi pada persidangan kasus tragedi stadion Kanjuruhan di Jawa Timur.

“Penyalahgunaan narkoba ataupun kejahatan narkoba, ternyata menduduki peringkat ketiga, sebagai jenis pelanggaran yang dilakukan oleh polisi. Ini tentu harus menjadi catatan untuk polisi,” tambah Sarah.

Anggota polisi di Kelapa Gading, Jakarta Utara, belum lama ini ditangkap dalam kasus penyalahgunaan narkoba, dengan barang bukti sabu.

Selain itu kekerasan seksual juga merupakan temuan yang disebut Sarah, unik dan memprihatinkan. Unik, karena di dalam kasus kekerasan seksual, terjadi berbagai pelanggaran seperti pelanggaran UU ITE dan penyalanggunaan narkotika secara bersamaan.

Menilik lokasinya, aparat kepolisian di Sumatera Utara memegang posisi tertinggi dalam jumlah kasus, diikuti Jawa Timur, Lampung, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur. Di Sumatera Utara, paling tinggi terjadi penyalahgunaan wewenang.

“Misalnya Aipda DP, personel Polsek Pantai Cermin, menjadi penadah mobil curian di Medan. Aparat penegak hukum justru melakukan pelanggaran hukum, itu yang kami sebut sebagai penyalahgunaan wewenang,” beber Sarah.

Di Jawa Timur ada anggota polisi yang justru mencuri sepeda motor milik rekannya sesama polisi.

Isu yang juga menarik di lingkungan polisi selama semester pertama 2023 adalah isu kesehatan mental.

“Pernyatan dari asisten SDM Kapolri bulan Juni kemarin, sejak awal 2023 hingga Juni, ada 15 personel polisi yang melakukan bunuh diri dan percobaan bunuh diri. Mengapa ini sangat penting? Sebab ini menjadi persoalan bagi organisasi Polri,” tambahnya.

Baca Juga :  Cegah Kekerasan Seksual, Calon Dokter Spesialis Kini Wajib Jalani Tes Psikologi

Penelitian ini merekomendasikan sejumlah langkah bagi Polri, berupa peningkatan disiplin personel melalui penguatan pengawasan internal dan penerapan sanksi tegas untuk setiap pelangaran.

Rekomendasi kedua adalah peningkatan pembinaan internal melalui penguatan kultur melayani dan melindungi masyarakat, serta fokus pada kesehatan mental personel.

Sedangkan ketiga, adalah responsif terhadap pengawasan eksternal dengan cara transparansi terkait penanganan pelanggaran dan akuntabilitas tindak lanjut laporan atau pengawasan masyarakat.

Data di Tingkat Bawah

Pakar hukum yang juga dosen di Universitas Trisakti, Jakarta, Dr Asep Iwan Iriawan menyebut, pengumpulan data di Polri sebenarnya bisa dilakukan dari cakupan paling kecil. Di setiap kecamatan di Indonesia, polisi memiliki Kepolisian Sektor (Polsek), di mana perkara ditangani pertama kali pada strata paling rendah.

 

Untuk mengetahui apakah polisi berkinerja baik atau tidak, bisa dilakukan dengan membandingkan data kejahatan yang dilaporkan masyarakat dengan tindakan yang diambil polisi.

“Sejauh mana, perkara yang dilaporkan, ditindaklanjuti dan tidak ditindaklanjuti. Tidak ditindaklanjuti karena itu bukan perkara atau karena hal tertentu. Misalnya, transaksional atau penyimpangan oknum tadi,” kata Asep.

Data yang juga bisa ditelaah, terkait pelanggaran di kalangan kepolisian, adalah soal berkas perkara. Ada berapa banyak berkas yang diserahkan ke kejaksaan, namun kemudian dikembalikan ke kepolisian, dan tidak berlanjut.

Proses lain yang bisa dicermati adalah soal sita jaminan dalam perkara kejahatan, yang dimintakan polisi ke hakim pengadilan. Setiap perkara, yang sita jaminannya dikabulkan pengadilan, maka perkaranya harus berlanjut.

“Selalu saya katakan, kalau Anda minta ijin penyitaan, berkas ini harus masuk. Kalau ijin ada seratus, tapi perkara tidak seratus ke pengadilan? Harusnya sama,” kata Asep yang juga mantan hakim ini.

Data di rumah tahanan atau penjara selalu menempatkan tahanan perkara narkotika yang paling banyak masuk. Karena itu, kata Asep, seharusnya data di kepolisian juga memperlihatkan tren serupa.

Problem Kepercayaan ke Polisi

Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto dalam rilis hasil penelitian ini turut berkomentar tentang sulitnya mencari data. Kepolisian, kata dia, sampai saat ini belum terbuka terkait data.

Bambang menyitir data Badan Pusat Statistik (BPS) terkait pelaporan kasus pada 2022. “Terkait dengan pelaporan kasus, itu hanya 23,6 persen korban kejahatan yang melaporkan kasus. Artinya 76 persen lebih itu tidak melaporkan kasus. ini kan jadi indikator yang sangat luar biasa,” kata dia.

Tingginya korban kejahatan yang tidak melaporkan kejahatan yang dia alami ini, menunjukkan masyarakat belum percaya terhadap kinerja kepolisian. Kenyataan ini berbanding terbalik, dengan survei tingkat kepercayaan publik kepada polisi yang belakangan ini menurut lembaga survei mencapai lebih 70 persen.

Baca Juga :  Uzbekistan Ukir Sejarah! Juara Piala Asia U-17 Arab Saudi 2025 dengan 9 Pemain!

“Saya melihat, akar masalah kenapa reformasi di kepolisian tidak berjalan, salah satunya ini terkait dengan tanggung jawab negara. Undang-Undang 2/2002 memberikan kewenangan yang sangat besar kepada kepolisian mulai melakukan perumusan kebijakan, implementasi dan yang lain-lain terkait dengan pelayanan,” papar Bambang.

Salah satunya adalah karena negara memberi kewenangan kepada polisi untuk mengumpulkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Misalnya, yang saat ini sedang ramai diperbincangkan publik, adalah soal perpanjangan Surat Ijin Mengemudi (SIM) dan biaya nomor plat kendaraan bermotor.

“Mengapa penyalahgunaan terjadi? Karena negara tidak adil juga, membebani polisi dengan hal-hal yang di luar Tupoksinya. Tupoksi kepolisian itu adalah menjaga Kamtibmas dan melakukan penegakan hukum,” ujar Bambang.

Kapolri Janjikan Perbaikan

Tingkat kepercayaan kepada polri naik turun sepanjang 2023 ini menurut berbagai lembaga survei. Pada Januari, menurut survei Kompas, tingkat kepercayaan ada di angka 49,9 persen.

Februari, menurut LSI angka itu naik menjadi 64 persen, dan survei Indikator Politik Indonesia pada Maret 2023, tingkat kepercayaan publik ke polisi ada di angka 70,8 persen. Pada April, angkanya naik menjadi 73,2 persen masih menurut lembaga survei yang sama.

Namun, Kompas mencatat angkanya turun pada Mei 2023 ke 61,6 persen. Sedangkan Charta Politica yang juga melakukan survei di Mei, angkanya ada di 70 persen. Pada Juni 2023 lalu, Indikator Politik Indonesia mencatat, angka kepercayaan menyentuh 76,4 persen atau yang tertinggi sepanjang semester pertama tahun ini.

“Saya senang kepercayaan rakyat terhadap Polri sudah naik dari 60 persen menjadi di atas 70 persen. Ini perkembangan baik, tapi masih harus terus ditingkatkan,” kata presiden.

Jokowi juga meminta Polri berbenah diri dan lebih waspada karena kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri sangat penting. Dia mengingatkan, saat ini masyarakat mengawasi kinerja Polri sehingga gerak-gerik mereka tidak akan bisa ditutupi.

“Polri harus terus memperbaiki diri, berbenah diri, melakukan reformasi-reformasi di segala lininya,” pesan Jokowi.

“Dengan segala kerendahan hati, kami mengucapkan permohonan maaf atas perbuatan yang menyakiti hati masyarakat,” ujar dia.

Listyo Sigit menyampaikan komitmen polisi untuk terus berusaha melakukan perbaikan dan evaluasi.

“Sebagai organisasi terbuka dan modern, Polri telah membulatkan tekad untuk terus berbenah, siap melakukan koreksi untuk menjadi lebih baik dalam memberikan pelayanan masyarakat, bangsa, dan negara,” janjinya. (Sumber:voaindonesia.com)

 

Berita Terkait

Muhammadiyah Dukung Evakuasi Warga Palestina: Syaratnya Bukan Permanen dan Tolak Konsep Ala Trump
Pemkab Barito Selatan Tetapkan Status Tanggap Darurat Banjir, Kerahkan Bantuan untuk Warga
Dokter Tompi Tegas Tolak Infus Whitening: Bongkar Risiko dan Legalitas BPOM!
Babak Baru Kasus Suap Vonis Lepas CPO: Kejagung Periksa 12 Saksi, Jurnalis JAKTV Turut Dimintai Keterangan!
Paus Fransiskus Meninggal Dunia: Perjalanan Hidup Sang Pemimpin Katolik yang Sederhana dan Dicintai
Istana Buka Suara Soal Usulan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Minta Publik Lihat Sisi Prestasi Beliau!
Indonesia-Malaysia Jajaki Kerjasama Pengembangan Kurikulum Pendidikan Keagamaan
Cegah Kekerasan Seksual, Calon Dokter Spesialis Kini Wajib Jalani Tes Psikologi
Tag :

Berita Terkait

Selasa, 22 April 2025 - 15:52 WIB

Muhammadiyah Dukung Evakuasi Warga Palestina: Syaratnya Bukan Permanen dan Tolak Konsep Ala Trump

Selasa, 22 April 2025 - 08:27 WIB

Pemkab Barito Selatan Tetapkan Status Tanggap Darurat Banjir, Kerahkan Bantuan untuk Warga

Selasa, 22 April 2025 - 06:55 WIB

Dokter Tompi Tegas Tolak Infus Whitening: Bongkar Risiko dan Legalitas BPOM!

Selasa, 22 April 2025 - 06:41 WIB

Babak Baru Kasus Suap Vonis Lepas CPO: Kejagung Periksa 12 Saksi, Jurnalis JAKTV Turut Dimintai Keterangan!

Senin, 21 April 2025 - 18:02 WIB

Paus Fransiskus Meninggal Dunia: Perjalanan Hidup Sang Pemimpin Katolik yang Sederhana dan Dicintai

Senin, 21 April 2025 - 17:47 WIB

Istana Buka Suara Soal Usulan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Minta Publik Lihat Sisi Prestasi Beliau!

Senin, 21 April 2025 - 17:47 WIB

Indonesia-Malaysia Jajaki Kerjasama Pengembangan Kurikulum Pendidikan Keagamaan

Senin, 21 April 2025 - 17:11 WIB

Cegah Kekerasan Seksual, Calon Dokter Spesialis Kini Wajib Jalani Tes Psikologi

Berita Terbaru

Pemkab Murung Raya komitmen terkait penurunan angka stunting di wilayah itu

Daerah

Pemkab Mura Komitmen Percepatan Penurunan Angka Stunting

Selasa, 22 Apr 2025 - 17:23 WIB