1tulah.com, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan judicial review atau uji materi Undang-Undang (UU) Jaminan Fidusia yang diajukan Joshua Michael Djami. Dalam pertimbangannya, MK menyinggung soal proses hukum penyitaan kendaraan oleh perusahaan leasing.
Joshua menggugat UU Jaminan Fidusia kembali agar mempermudah leasing menagih kendaraan.
“Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” demikian bunyi putusan MK, Kamis (9/9/2021) di Jakarta.
Joshua adalah karyawan leasing. Baginya, menagih kendaraan sekarang menjadi sulit sejak MK memutuskan penagihan leasing harus melalui proses pengadilan pada 2019.
Putusan menolak permohonan uji materi review tentang UU Jaminan Fidusia yang diajukan Joshua itu diketok secara bulat pada 31 Agustus 2021 oleh majelis hakim Anwar Usman, Aswanto, Daniel Yusmic P Foekh, Suhartoyo, Enny Nurbaningsih, Arief Hidayat, Manahan MP Sitompul, Saldi Isra, dan Wahiduddin Adams.
Dalam putusan itu, MK menegaskan perihal dalil-dalil yang dijadikan dasar untuk mengajukan permohonan dalam perkara a quo antara lain proses eksekusi lama, biaya eksekusi lebih besar dibanding pendapatan barang fidusia, dan berpotensi hilangnya objek jaminan di tangan debitur, sesungguhnya lebih kepada persoalan- persoalan konkret.
“Hal tersebut dapat saja terjadi dalam hubungan hukum antarprivat yang sifatnya sangat spesifik dan kompleks. Dalam batas penalaran yang wajar, hal-hal tersebut tidak dapat diakomodir dengan selalu menyelaraskan norma dari undang-undang yang bersangkutan,” ujar MK.
Terlebih lagi, terhadap norma yang memang tidak terdapat persoalan konstitusionalitasnya. Apalagi norma yang dimohonkan Pemohon telah dipertimbangkan dan diputus dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019.
“Oleh karena itu, belum terdapat alasan hukum dan kondisi yang secara fundamental berbeda bagi Mahkamah untuk mengubah pendiriannya terhadap isu pokok yang berkaitan dengan eksekutorial sertifikat jaminan fidusia,” demikian MK memutuskan.
Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020 menetapkan perusahaan kreditur atau leasing tidak bisa menarik atau mengeksekusi obyek jaminan fidusia seperti kendaraan atau rumah secara sepihak.
Perusahaan pembiayaan itu harus meminta permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri terlebih dahulu untuk melakukannya.
Putusan MK ini adalah putusan atas gugatan yang diajukan oleh pasangan suami istri asal Bekasi, Jawa Barat, Suri Agung Prabowo dan Apriliani Dewi.
Mereka menggugat sikap leasing yang menarik atau menyita kendaraan mereka dengan alasan menunggak angsuran.
Suami istri ini menilai, kendaraan yang masih dicicilnya diambil-alih secara sepihak oleh perusahaan leasing tanpa melalui prosedur hukum yang benar. Cara seperti itu, kata mereka, merupakan pelanggaran. Khususnya terhadap Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) UU Jaminan Fidusia.
Namun, putusan ini juga memberikan pengecualian, yakni jika debitur atau nasabah yang mengkredit kendaraan tersebut mengakui bahwa mereka memang telah wanprestasi atau menyalahi perjanjian pembayaran angsuran. Jika fakta menunjukan seperti itu, maka leasing boleh melakukan penarikan sendiri.
“Sepanjang debitur telah mengakui wanptrestasi atau ingkar dan secara sukarela menyerahkan benda yang menjadi objek dalam perjanjian fidusia, maka menjadi kewenangan sepenuhnya bagi kreditur untuk dapat melakukan eksekusi sendiri,” bunyi pertimbangan MK sebagai dasar putusan itu seperti dibacakan Hakim Konstitusi, Suhartoyo di Gedung MK, Jakarta, Senin (6/1/2020). *
Sumber: Detik.com dan Motoris.id