1TULAH.COM-Helena Lim, manajer PT Quantum Skyline Exchange, dalam pleidoinya pada Kamis lalu, mengungkapkan kekecewaannya atas proses hukum yang dialaminya. Ia menyatakan bahwa stigma “Crazy Rich PIK” yang melekat padanya telah dimanfaatkan untuk menjustifikasi tindakan yang tidak adil dalam kasus dugaan korupsi yang menjeratnya.
Dalam persidangan tersebut, Helena Lim menegaskan bahwa stigma tersebut telah disalahgunakan untuk menciptakan persepsi negatif terhadap dirinya di mata publik. Hal ini, menurutnya, telah memudahkan pihak-pihak tertentu untuk menjatuhkan hukuman yang tidak sesuai dengan fakta yang ada.
“Stigma Crazy Rich PIK ini telah dimanfaatkan untuk membenarkan segala tindakan yang dilakukan terhadap saya. Seolah-olah karena saya kaya, maka saya pasti bersalah,” ujar Helena Lim dengan nada kecewa.
Stigma Negatif Merusak Reputasi
Helena Lim juga menyayangkan bagaimana stigma “Crazy Rich PIK” telah merusak reputasi yang telah ia bangun selama ini. Ia mengaku bahwa julukan tersebut awalnya merupakan bentuk apresiasi dari masyarakat atas kerja kerasnya. Namun, seiring berjalannya waktu, stigma tersebut justru menjadi alat untuk menjatuhkan dirinya.
“Saya merasa sangat dirugikan dengan semua ini. Nama baik saya tercemar, keluarga saya juga ikut terdampak,” ungkap Helena Lim.
Dalam pleidoinya, Helena Lim meminta kepada majelis hakim untuk mempertimbangkan kembali seluruh bukti yang ada dan memberikan putusan yang seadil-adilnya. Ia berharap kasus yang menjeratnya dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak agar tidak sembarangan menjatuhkan vonis berdasarkan stigma atau prasangka.
“Saya berharap kasus ini dapat menjadi perhatian bagi kita semua, agar tidak ada lagi yang menjadi korban dari ketidakadilan seperti yang saya alami,” tutup Helena Lim.
Pada hari Kamis (5/12/2024), jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung Ardito Muwardi dalam Pengadilan Tipikor Jakarta menuntut Helena untuk dijatuhi pidana selama 8 tahun penjara terkait dengan perkara korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah pada tahun 2015–2022.
JPU menilai Helena melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 56 ke-2 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 56 ke-1 KUHP. (Sumber:Suara.com)