Nesa berusaha untuk tetap tegar, tidak meneteskan air mata. Ia khawatir rasa takut yang ia rasakan akan menular ke Salima. “Saya menggendong putri saya saat dia jatuh sakit setelah saya buatkan ia minum dari air laut asin. Saya menghiburnya, mengatakan bahwa Allah pasti akan membantu kami untuk mencapai tujuan kami,” kata Nesa.
Nesa adalah salah satu dari sekitar 740.000 warga Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh pada 2017. Mereka berusaha menyelematkan diri setelah militer Myanmar menumpas habis etnis minoritas Rohingya yang sebagian besar Muslim. Suami Nesa telah meninggalkannya di Myanmar tak lama setelah kelahiran putri kedua mereka.
“Kamp pengungsi Rohingya yang padat dan tidak sehat di Bangladesh mirip seperti penjara,” kata ibu tunggal dua anak ini. “Selama kami berada di kamp, gerakan kami dibatasi oleh pihak berwenang dan anak-anak kami tidak memiliki akses ke pendidikan formal. Masa depan terlihat suram di Cox’s Bazar.”
Anak-anak pengungsi Rohingya di Bangladesh biasanya belajar di Maktab, sekolah dasar Islam tradisional tempat mereka belajar membaca dan mengaji.
“Jadi, saya memutuskan untuk membawa anak-anak saya ke Malaysia. Mereka akan mendapatkan pendidikan yang lebih baik di sana, dan tumbuh menjadi perempuan yang kuat,” kata Nesa.
“Saya tidak mampu bepergian dengan membawa dua putri saya kali ini, jadi saya hanya membawa Salima. Saya berharap Habiba akan bergabung dengan kami nanti, entah bagaimana caranya.”
Halaman : 1 2 3 4 Selanjutnya