1tulah.com,BUNTOK–PT Peak Global diduga belum mengantongi izin untuk beroperasi di Desa Bundar, Kecamatan Dusun Utara, Barito Selatan. Namun kenyataannya di lapangan bahwa perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan pasir sebagai bahan baku pembuatan keramik dan kaca ini, disebut warga telah beraktivitas.
Modusnya adalah dengan mengatasnamakan perusahaan lain PT Indo Sylica. Pihak perusahaan mengaku seluruh aktivitasnya di Desa Bundar sudah dilaporkan ke aparat polsek dan kecamatan setempat.
“Sepengetahuan warga di sini bahwa PT Peak Global ini secara legalitasnya memang tidak diketahui kebenaran dan keabsahannya,”kata Kepala Desa Bundar Eduawar kepada 1tulah.com di Buntok, Jumat (11/2/2022).
Ia mengatakan, PT Peak Global diduga dengan segaja mengatasnamakan anak perusahaan agar bisa beroperasi di daerah Desa Bundar, Kecamatan Dusun Utara, Barito Selatan, Kalimantan Tengah serta diduga kuat belum mengantongi izin resmi.
Setahunya, lanjut Eduawar, pihak perusahaan merekrut beberapa karyawan di Desa Bundar, memang bukan atas nama PT Peak Global, melainkan mengatasnamakan anak perusahaan PT. Indo Syilica.
Tujuannya untuk bisa beraktivias di desa setempat dengan alasan untuk merintis membuka lahan dan pemasangan patok batas tanah.
“Karena yang kami beri rekomendasi untuk bisa beraktivitas di desa kami hanya PT. Indo Syilica, kalau PT. Peak Global saya tidak pernah mengeluarkan surat rekomendasinya,” ungkapnya.
Lebih lanjut ia menyebutkan, PT. Peak Global juga sudah melakukan aktivitas pemetaan lahan di sekitar Wilayah Kecamatan Dusun Utara yaitu di Desa Bundar, Maruga, Danau Bambore dan Talekuy yang rencananya akan digarap untuk membuka perusahaan baru tersebut.
Sementara itu, Kimpajahan salah seorang karyawan yang mengaku direkrut oleh PT. Peak Global menggungkapkan, sebelum ikut bekerja pihak perusahaan memintanya menyiapkan beberapa berkas sebagai persyaratan.
Selanjutnya dibreefing tentang upah kerja dan sebagainya, disepakatilah upah kerja dengan nominal Rp150 ribu dalam satu hari kerja, serta diberi makan 1 kali, jadi status mereka diperusahaan PT. Peak Global sebagai buruh harian lepas.
Yang jadi pertanyaan, lanjut ia, pada saat itu kenapa mereka disuruh menyiapkan beberapa berkas sebagai persyaratan kerja, sedangkan statusnya cuma harian lepas saja di perusahaan tersebut.
“Kalau harian lepas biasanya syaratnya cuma KTP dan fotocopy KK saja bagi yang sudah berkeluarga,” ucapnya.
Lebih jauh Ibunsia salah satu pekerja yang juga direkrut menambahkan, pada saat kerja sekitar 1 minggu pihaknya diinstruksikan oleh PT. Peak Global untuk menghentikan pekerjaan yang sudah dikerjakan.
“Kita sebagai pekerja ya ikut saja apa yang diinstruksikan oleh perusahaan, mungkin saat itu perusahaan ada masalah, kita nggak mau ikut campur itu juga bukan ranah kita,” ujarnya.
Sementara itu, PT Peak Global saat dikonfirmasi 1tulah.com melalui Kepala Pelaksana Kle Prasetiyo selaku mengakui izinnya masih dalam proses, dan untuk aktiviasnya saat ini hanya aktifitas kantor biasa saja.
Soal rekrutmen karyawan ia mengakui tidak ada merekrut karyawan karena alasannya perusahaan saat ini belum beroperasi. Tentang keberadaan perusahaan di daerah setempat ia menyebut sudah melapor ke pihak Kecamatan dan Polsek. “Ia mas semua sudah tahu,” ucapnya.
Sekadar diketahui, berdasarkan Pasal 134 Ayat (2) UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba), kegiatan usaha pertambangan tidak dapat dilaksanakan pada tempat yang dilarang untuk melakukan bentuk kegiatan apapun sebelum memperoleh izin resmi dari intansi terkait Pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan.
Kalau berdasarkan UU Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan Pasal 50 Ayat (3) dan Pasal 38 Ayat (3) menegaskan bahwa setiap orang dilarang melakukan penyelidikan umun dan eksplorasi tau eksploitasi hasil tambang di dalam hutan, tanpa melalui pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang diterbitkan oleh Mentri Kehutanan dengan mempertimbangkan batasan luas dan janga waktu tertentu serta kelestarian lingkungan sekitar.
Sedangkan untuk sanksinya ada 2, yaitu sanksi pidana dan administratif, pada ancaman sanksi pidana pelaku dapat dijerat paling Lama 10 Tahun penjara dan denda paling banyak Lima Miliyar sedangkan sanksi administratif semua bentuk izin perusahaan dapat dicabut oleh Mentri, Gubernur dan Bupati atau Walikota sesuai dengan kewenangannya.