1tulah.com, JAKARTA – Bekas Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo divonis lima tahun penjara oleh hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (14/7/2021), karena korupsi izin ekspor benih Lobster tahun 2020.
Selain pidana badan, Edhy juga harus membayar denda Rp400 juta subsider enam bulan kurungan penjara.
Menurut Ketua Majelis Hakim Albertus Usada, Edhy juga harus membayar uang pengganti Rp9.687.447.219 dan USD77.000.
Pembayaran uang pengganti harus dilaksanakan Edhy setelah hukumannya berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Bila tak dibayar dalam waktu 1 bulan,harta bendanya disita dan dilelang untuk menutup biaya uang pengganti itu.
“Dalam hal terdakwa tidak punya harta benda untuk menutupi uang pengganti, dipidana selama dua tahun,” tambah Albertus tegas.
Hakim Albertus pun memberikan pidana tambahan terhadap Edhy berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun.
Pencabutan hak dipilih tersebut berlaku setelah Edhy selesai menjalani pidana pokoknya sebagai terpidana.
Adapun hal memberatkan terhadap putusan Edhy Prabowo, dia sama sekali tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Dia selaku pejabat negara dalam hal ini menteri Kelautan dan Perikanan yang tidak memberi teladan yang baik.
“Terdakwa telah menggunakan hasil tindak pidana korupsi,” kata Albertus.
Hal meringankan terhadap Edhy, dia selama menjalani persidangan berlaku sopan dan tidak pernah dihukum sebelumnya.
“Sebagian harta benda terdakwa yang diperoleh dari tindak pidana korupsi telah disita,” ungkap Albertus
Putusan majelis hakim ini sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, lima tahun penjara.
Dalam dakwaan jaksa, Edhy Prabowo disebut menerima suap sekitar Rp 24.625.587.250.000 dan USD77.000 berkait suap izin ekspor benih lobster tahun 2020.
Jaksa Ronald merinci, uang suap diterima Edhy melalui perantara, sekretaris pribadinya Amiril Mukminin dan staf khususnya Safri total USD77.000 dari bos PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito.
Sedangkan uang suap Rp24 miliar juga diterima Edhy dari Suharjito. Di mana, Edhy mendapat uang itu melalui Amiril Mukminin; staf pribadi istri Edhy, Ainul Faqih dan staf khusus Edhy, Andreau Misanta Pribadi.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, Edhy didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. *
Sumber: Suara.com, jaringan 1tulah.com